Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Permintaan Properti Diprediksi Melambat Jelang Ramadan

Wabah corona yang terjadi di Indonesia diprediksi bakal menambah potensi melambatnya permintaan properti yang biasanya menurun saat menjelang Ramadan.
Foto udara perumahan bersubsidi di Griya Panorama Cimanggung, Parakan Muncang, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Minggu (8/3/2020). ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi
Foto udara perumahan bersubsidi di Griya Panorama Cimanggung, Parakan Muncang, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Minggu (8/3/2020). ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi

Bisnis.com, JAKARTA - Pasar properti di Indonesia diprediksi tidak akan mengalami perubahan sama sekali di tengah masih adanya ketidakpastian ekonomi akibat wabah corona dan menjelang Ramadan tiba.

Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda mengatakan bahwa pasar properti pada Ramadan tahun ini yang jatuh pada April mendatang dinilai masih akan tetap melambat.

"Biasanya memasuki [bulan] puasa sampai 10 hari setelah Lebaran pasar properti akan melambat. Dengan kondisi saat ini mungkin makin melambat," ujarnya pada Bisnis, Minggu (29/3/2020).

Pasar properti sejak beberapa tahun ini mengalami perlambatan hebat menyusul adanya pelbagai peristiwa seperti pemilihan umum hingga sentimen virus corona atau Covid-19 yang hampir memukul semua industri Tanah Air.

Ali menyatakan bahwa di saat kondisi seperti sekarang ini kecenderungan masyarakat lebih teralihkan untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat konsumtif.

Alih-alih membeli rumah, lanjut Ali, masyarakat akan lebih memilih membeli keperluin lain seperti barang kebutuhan pokok dan persiapan hari raya Lebaran setelah Ramadan usai.

Namun, Ali menyatakan bahwa sebagian masyarakat juga dipastikan ada yang mengalokasikan tunjangan hari raya (THR) untuk keperluan pembelian rumah. Untuk itu, pasar properti diharapkan terus bergerak.

"Meskipun ada juga yang menggunakan THR untuk beli rumah tetapi prosentasenya mungkin tidak terlalu banyak. Daya beli harus gak turun, tapi banyak yang menahan terutama investor," tuturnya.

Di sisi lain, Ali juga mengaku bahwa relaksasi Bank Indonesia dalam menurunkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 4,5 persen dari sebelumnya 4,75 persen dinilai belum mampu mengerek permintaan pasar. Lagi pula, suku bunga kredit perbankan juga masih tinggi.

Apalagi, Ali sebelumnya menerangkan bahwa di tengah kondisi seperti saat ini seharusnya pemerintah dan perbankan dapat memberikan stimulus yang lebih tepat sasaran untuk industri properti sehingga beban pengembang dan konsumen berkurang.

Meskipun, dia tetap mengapresiasi langkah pemerintah yang telah menyiapkan insentif Rp1,5 triliun melalui skema subsidi selisih bunga (SSB) sebesar Rp800 miliar dengan tenor selama 10 tahun dan Rp700 miliar untuk subsidi bantuan uang muka (SBUM).

Selain itu, stimulus Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan menerbitkan POJK No.11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Ilham Budhiman
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper