Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menyatakan bahwa kriteria penerima bantuan rumah bersubsidi sepenuhnya diserahkan pada pihak perbankan.
Hal ini menanggapi keluhan asosiasi pengembang yang berharap agar semua kalangan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dapat mengakses kredit pemilikan rumah (KPR) bersubsidi.
Terlebih, dengan adanya insentif Rp1,5 triliun sebagai dampak virus corona (Covid-19), yang masing-masing akan disalurkan melalui skema subsidi selisih bunga (SSB) sebesar Rp800 miliar dengan tenor selama 10 tahun dan Rp700 miliar untuk subsidi bantuan uang muka (SBUM).
Dirjen Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Eko Djoeli Heripoerwanto mengatakan bahwa selama ini pihaknya mencatat tidak ada yang membatasi sektor informal untuk mengakses KPR subsidi.
"Tetapi, memang perbankanlah yang menetapkan kriteria kelayakan penerima subsidi atau terkait kelanjutan pembayaran cicilan," katanya kepada Bisnis, Kamis (26/3/2020).
Terkait permintaan asosiasi pengembang agar sektor informal dapat diakomodir, Heri menyatakan bahwa dalam kasus ini beberapa perbankan juga dinilai sudah aktif dalam melayani sektor informal dalam mengakses KPR hunian bersubsidi.
Baca Juga
Adapun dalam catatan Bisnis, hanya PT Bank Tabungan Negara Tbk., yang fokus dalam penyaluran KPR subsidi untuk sektor informal seperti pada tukang ojek dan tukang cukur rambut.
"Apalagi, sektor informal yang bernaung di bawah komunitas terorganisasi," kata Heri.
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pengembang Permukiman dan Perumahan Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah mengatakan bahwa stimulus yang menyasar MBR itu diharapkan dapat menyentuh sektor informal.
"Namun [sejauh ini] tidak mengakomodir masyarakat MBR informal untuk mendapatkan rumah, artinya program yang dibuat tidak adil buat rakyat," ujar Junaidi.
Dia berharap agar stimulus itu juga dapat mengakomodir penyaluran KPR bersubsidi untuk sektor informal yang saat ini masih kesulitan dalam mengakses kredit. Apalagi, untuk mengejar backlog perumahan dan memenuhi program sejuta rumah.
Menurut dia, stimulus yang disiapkan pemerintah tersebut diharapkan adanya akses kemudahan dalam keterjangkauan kepemilikan rumah bagi sektor informal agar dapat diterima secara merata.
Dalam kasus ini, kata Junaidi, Ditjen Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Kementerian PUPR seharusnya dapat berpedoman pada UU No. 1 tahun 2011 pasal 54.
Dalam pasal itu disebutkan bahwa pemerintah wajib memenuhi kebutuhan rumah bagi MBR. Adapun, untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi MBR, maka pemerintah wajib memberikan kemudahan pembangunan dan perolehan rumah melalui program perencanaan pembangunan perumahan secara bertahap dan berkelanjutan.
"Kami mengingatkan, selain dampak Covid-19, industri perumahan bisa menggerakkan industri lainnya dan sangat potensial menggerakkan perekonomian dikondisi sekarang, sehingga jangan dihambat dengan aturan yang sulit," ungkapnya.