Bisnis.com, JAKARTA - DPP Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia menawarkan opsi beli kembali atau buyback dalam pengembangan kawasan di Ibu Kota Negara, Kalimantan Timur.
Opsi ini ditawarkan DPP Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) pada pemerintah dengan jangka waktu tertentu untuk menekan biaya pembangunan di Ibu Kota Negara (IKN) yang terbilang cukup besar. Dengan opsi ini, pemerintah nantinya bisa membeli bangunan atau hunian yang dibangun oleh swasta jika sudah mempunyai dana.
Menanggapi hal itu, pakar hukum properti Eddy Leks menyatakan bahwa skema tersebut sah-sah saja dilakukan pemerintah dan pihak swasta meskipun tidak spesifik kerap dilakukan di dunia bisnis properti. Skema tersebut dinilai bisa menjadi jalan tengah bagi pemerintah.
"Sepanjang tidak dilarang dalam peraturan perundang-undangan dan tidak merugikan pemerintah, saya nilai sah-sah saja skema tersebut dijalankan," kata Eddy kepada Bisnis, Rabu (18/3/2020).
Meskipun demikian, dia menyatakan bahwa skema ini lebih tepat disebut sebagai opsi beli, bukan buyback. Menurutnya, pemerintah memberi hak kepada swasta untuk membangun hunian seperti perumahan di IKN.
Setelah itu, pemerintah akan menyewa bangunan tersebut dari swasta untuk jangka waktu tertentu sesuai kesepakatan.
Baca Juga
"Dalam periode ini, pemerintah punya opsi untuk beli bangunan yang disewanya. Jadi, lebih tepat disebut opsi beli, bukan buyback," ujarnya.
Skema ini juga menurutnya berbeda dengan Build Operate Transfer (BOT) atau Build Lease Operate (BLO) yang biasa dilakukan dalam kerja sama bisnis.
Adapun, opsi buyback lebih tepat digunakan jika pemerintah telah menjual dulu properti tersebut. Lalu, jika sesuai perjanjian maka pemerintah mempunyai hak untuk membeli kembali.
Eddy mengatakan bahwa tantangan besar yang dihadapi pengembang dengan skema ini adalah mengeluarkan investasi besar di awal pembangunan. Belum lagi, pihak swasta harus membangun infrastruktur penunjang yang diperlukan.
Artinya, pengembang swasta harus gencar dalam penjualan maupun penyewaan agar pengembalian modal cepat kembali mengingat dana yang akan dikeluarkan cenderung tidak sedikit.
"Dengan disewa, meski ada pemasukan, pengembalian modal akan lebih lama dibandingkan dengan penjualan," tuturnya.
Menurut Eddy, jika memang skema tersebut nantinya digunakan antara pemerintah dan swasta, maka dia menyarankan agar skema tersebut dapat lebih diatur atau dikombinasikan.
"Dikombinasikan seperti ada yang dibeli langsung, tapi ada juga yang disewakan. Dengan demikian, swasta akan memperoleh kembali modalnya dan bisa membangun lagi di tempat lain di IKN," katanya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum REI Hari Gani mengatakan bahwa pemerintah awalnya berencana menawarkan aset-aset yang ada di DKI Jakarta untuk dikelola oleh swasta dan dana yang diperoleh akan digunakan untuk membiayai pengembangan kawasan di IKN.
Hanya saja, para asosiasi menilai bahwa hal itu akan memakan waktu lama mengingat ada sejumlah proses yang harus ditempuh. Para asosiasi menyarankan agar ada opsi yang lebih cepat dan sederhana.
"Swasta maunya yang gampang, misalnya, tawarkan tanah kita di sana [IKN] skemanya boleh sewa hak pakai minimal 99 tahun, biar menarik. Nanti kita bangun di situ, kemudian pemerintah menyewakan apa yang kita bangun tersebut," ujar Gani.
Hari menyatakan bahwa pengembang swasta siap membangun kantor pemerintahan hingga perumahan untuk Aparatur Sipil Negara (ASN). Namun, bangunan tersebut nantinya akan disewa oleh pemerintah.
"Pemerintah nanti punya opsi beli kembali atau buyback, misalnya, pemerintah punya dana dalam 5 tahun dari hasil kerja sama kelola aset di Jakarta itu bisa untuk membayar lunas yang dibangun swasta di IKN. Pada intinya begitu," ungkapnya.