Bisnis.com, JAKARTA – Pelaku usaha baja lapis masih menghitung permintaan untuk kebutuhan konstruksi nasional tahun ini.
Indonesia Zinc-Alumunium Steel Industry (IZASI) mendukung langkah Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yang akan meluncurkan basis data publik mengenai permintaan dan ketersediaan baja.
Direktur Eksekutif IZASI Putri Maharani menyampaikan berdasarkan laporan yang diterima asosiasi, volume permintaan stagnan sejak 2018, dan utilitas pabrikan secara rata-rata masih berada di sekitar level 40 persen.
"Kami intinya bisa full capacity. Tapi, kenyataanya kami diserang impor 68 persen [dari total pasar baja lapis nasional pada 2018 ]," katanya kepada Bisnis, Senin (17/2/2020).
Putri menyampaikan permintaan baja lapis nasional pada tahun lalu dan 2018 adalah 1,5 juta ton, sementara kapasitas terpasang pabrikan baja lapis lokal adalah 1,275 juta ton.
Sebenarnya, usaha proteksi yang diajukan oleh asosiasi sudah dilakukan dan telah berdampak dengan peningkatan utilitas pabrik yang tumbuh tipis dari 35 persen menjadi 40 persen pada tahun lalu.
Baca Juga
Dengan kata lain, kapasitas produksi industri baja lapis nasional pada 2018 adalah sekitar 446.250, lalu meningkat menjadi 510.000 pada tahun lalu. Hanya saja, pangsa industri baja lapis lokal di pasar domestik tidak lebih dari 34 persen selama dua tahun terakhir.
Lebih jauh, IZASI mendata penurunan impor sebesar 11.648 ton pada 2019 didorong oleh baja lapis boron dan baja lapis dengan lebar di bawah 600 milimeter (Slit). Peurunan impor baja lapis Slit, pun diduga dilarikan ke baja lapis dengan lebar di atas 600 milimeter (Full).
"Kemungkinan pertimbangan teknis surat persetujuan impor Kementerian Perindustrian waktu lalu efektif hanya menghentikan [baja lapis] boron. GL [Galvanized/Baja lapis] Slit turun karena balik ke GL Full naik impornya menjadi 2,6 kali lipat dan baja lapis warna naik 23 persen," jelasnya.
Putri menyatakan penerbitan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 3/2020 menjadi angin segar lantaran campur tangan manusia dalam pengeluaran rekomendasi impor akan minim. Pasalnya, beleid menjadikan rekomendasi impor dikeluarkan setelah melihat basis data pasokan dan kebutuhan baja di dalam negeri.
Diharapkan pabrikan dapat naik ke level 60% dalam tiga bulan pertama uji coba beleid tersebut. Dengan catatan, lanjutnya, pemberian rekomendasi impor dilakukan oleh sistem dan bukan manusia.
Di sisi lain, Putri menyatakan salah satu pendorong permintaan pada tahun ini datang dari Indonesia bagian timur, khususnya pulau Kalimantan. Menurutnya, pihaknya sedang memasukkan potensi permintaan dari Kalimantan dalam perhitungan permintaan baja lapis nasional.