Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Defisit Neraca Dagang Berpotensi Berlanjut, Langkah Antisipasi Dibutuhkan

Pemerintah diminta menggandeng dunia usaha untuk mengantisipasi makin melebarnya defisit neraca perdagangan dalam beberapa bulan ke depan. Terlebih laju impor diperkirakan bakal meningkat menjelang Lebaran 2020.
Aktifitas bongkar muat di terminal petikemas Pelabuhan Makassar, Sulawesi Selatan. Bisnis/Paulus Tandi Bone
Aktifitas bongkar muat di terminal petikemas Pelabuhan Makassar, Sulawesi Selatan. Bisnis/Paulus Tandi Bone

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah diminta  segera menggandeng pelaku usaha untuk merumuskan langkah jangka pendek dalam menanggulangi defisit perdagangan yang berpotensi berlanjut.

Ketua Komite Tetap Bidang Ekspor Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Handito Joewono memperkirakan, hal itu dibutuhkan lantaran laju impor Indonesia diperkirakan dapat meningkat dalam dua bulan ke depan. Pasalnya, pada periode tersebut impor diperkirakan mengalami kenaikan seiring meningkatnya kebutuhan bahan baku penolong jelang Ramadan dan Idulfitri.

Di sisi lain, menurutnya, dalam dua bulan ke depan kinerja ekspor diperkirakan belum tentu mengalami peningkatan. Menurutnya, hal itu bisa terjadi lantaran wabah virus corona masih menghantui pasar global, terutama China yang menjadi tujuan ekspor utama RI.

"Menurut saya kita harus antisipasi jika ada defisit yang lebih besar ke depan. Saya khawatir sebenarnya. Meski secara kepentingan publik harus optimistis, tapi jujur kita harus khawatir untuk dua bulan ke depan akan potensi adanya masalah pada perdagangan," katanya kepada Bisnis, Senin (17/2/2020).

Handito pun kembali memperingatkan potensi banjir impor produk murah asal China sebagai bagian dari pemulihan industri dalam negeri Negeri Panda yang tertekan akibat virus corona (COVID-19). Dia menyatakan China berpotensi memberikan suntikan insentif berupa subsidi pada industrinya.

"Saya sempat sebutkan soal imbas virus corona bagi perdagangan China nantinya. Nanti situasinya berpotensi bertambah kompleks terlebih terbatasnya pasokan bahan baku dari China yang membuat kami mencari alternatif lain, tapi ternayata dari luar China lebih mahal," kata Handito.

Terlepas dari tantangan ini, Handito menyatakan Indonesia dapat memanfaatkan pasar terdekat seperti negara-negara Asean dan Jepang. Dia menilai negara Asia Tenggara cenderung masih dipasang sebelah mata dan perdagangan ke negara tetangga belum berjalan optimal.

"Jadi lebih ke optimalisasi pasar yang dekat dengan kita, yang punya hubungan historis juga dengan kita. Mungkin dengan Jepang kita bisa melakukan pendekatan agar mereka bisa meningkatkan impor dari kita. Tindakan jangka pendek perlu dilakukan untuk penyelamatan," ujarnya.

Adapun, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) defisit neraca perdagangan Indonesia pada Januari 2020  mencapai US$860 juta. Defisit tersebut melebar dari Desember 2019 yang mencapai US$60 juta. 

Selain itu, BPS  juga mencatat nilai ekspor pada Januari 2020 mencapai US$13,41 miliar, lebih rendah dari posisi Desember 2019 yang mencapai US$14,45 miliar. Sementara itu, nilai impor pada Januria 2020 tercatat berada di angka US$14,28 miliar, turun 1,6 persen dibandingkan realisasi impor pada Desember 2019 yang berjumlah US$14,51 miliar.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper