Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Pertekstilan Indonesia pesimistis bahwa industri garmen akan mendapatkan berkah jelang Ramadhan tahun ini berupa lonjakan utilitas pabrikan. Biasanya utilitas pabrikan akan melonjak ke level 100% pada 2-3 bulan mendekati Ramadhan.
Sekretaris Jenderal API Jawa Barat Rizal Rakhman menduga hal tersebut disebabkan oleh lonjakan impor pakaian jadi pada akhir 2019. Rizal mencatat lonjakan tersebut terjadi pada produk kaos bukan rajutan, kerudung, baju perempuan, dan produk garmen lainnya.
"Belum [kelihatan ada peningkatan permintaan]. Kami indikasikan ini sepertinya [akibat impor]. Saya lupa angkanya [naik] berapa persen, tapi itu nilainya US$40 juta pada Januari-Desember 2019," ujarnya kepada Bisnis akhir pekan lalu.
Dia memprediksi lonjakan permintaan Ramadhan 2020 akan diisi oleh produk impor pakaian jadi. Pasalnya, tidak ada kenaikan volume impor kain.
Rizal menduga lonjakan impor pakaian jadi pada Desember ditujukan untuk mengisi lonjakan permintaan mendekati hari raya Idul Fitri. Untuk mengerem arus impor tersebut, Rizal menyatakan pihaknya sedang mengajukan safeguard terhadap produk pakaian jadi.
Selain itu, dia mengungkapkan pihaknya juga akan melakukan implementasi tindakan non-tarif. Adapun, beberapa tindakan yang sedang diusahakan adalah pemindahan pelabuhan impor.
Baca Juga
Dia menilai penerapan standar nasional Indonesia (SNI) akan memakan waktu lama untuk pengesahannya. Rizal menyatakan perlu tindakan taktis dan cepat untuk menyelamatkan industri garmen pada tahun ini.
"Pindahin [pelabuhan impor] yang jauh, [seperti] di Papua atau Timika. [Kami akan melakukan tindakan] yang taktis sebelum lebaran sambil safeguard paralel dilakukan," jelasnya.
Rizal mengatakan lonjakan impor pakaian jadi pada akhir 2019 akan berdampak pada pertumbuhan kuartal I/2020 dan sepanjang 2020. Selain itu, menurun atau berhentinya pabrikan kain di China akibat virus corona juga akan berkontribusi dalam revisi pertumbuhan industri garmen 2020.
Sementara itu, saat ini produk kain lokal telah dilindungi dengan bea masuk tindakan perlindungan sementara (BMPTS). Meskipun demikian, dia mengungkapkan kain impor dari China tetap lebih murah karena sebelum BMPTS harga kain China lebih rendah hingga 20% dari kain lokal.