Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mendesak pemerintah melakukan intervensi melalui kebijakan guna mendukung peningkatan investasi sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri.
Data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) 2019, menunjukkan adanya penurunan realisasi investasi secara Penanaman Modal Dalam Negeri atau PMDN sepanjang 2019 sektor TPT turun 8,2 persen atau Rp290,89 miliar dengan 333 proyek dibandingkan dengan 2018 Rp316,9 miliar dengan 217 proyek.
Ditinjau dari Penanaman Modal Asing atau PMA tercatat lebih baik atau naik 21persen US$73,08 juta dengan 452 proyek dibanding dari 2018 US$60,30 juta dengan 419 proyek.
Sekretaris Jenderal API Jawa Barat Rizal Rakhman mengatakan pada 2020 ini pelaku usaha TPT akan tetap optimistis meski lebih realistis. Untuk itu, ada tiga poin yang ditekankan dalam mendukung peningkatan kinerja.
Pertama, pengamanan pasar dalam negeri. Menurut Rizal, investasi PMDN yang turun tahun lalu karena memang adanya perlambatan di sektor TPT padahal secara makro ekonomi, Indonesia masih mencatatkan pertumbuhan yang baik dibanding negara lainnya.
"Potensi jumlah penduduk yang kita yang besar harus jadi best fundamental penguatan ekosistem agar pasar dalam negeri yang sangat potensial dan rebutan banyak pihak tetap mendukung pengusaha sendiri," katanya, Rabu (29/1/2020).
Kedua, konsen lingkungan. Di tengah upaya menjaga kelestarian lingkungan, ada baiknya juga tidak memberi dampak pada industri. Pasalnya, jika produksi terganggu maka akan terjadi penurunan dan akhirnya berdampak pada pengurangan karyawan.
Ketiga, permesinan. Menurut Rizal, dicanangkannya industri 4.0 dengan target pemerintah yang dapat menyentuh sektor tekstil sudah baik. Harapannya agar terimplementasi dan segera mengikis mesin yang sudah tua agar iklim produksi kian fair dengan produksi dalam negeri yang terus meningkat.
Sisi lain, Rizal menekankan perbaikan pada sektor tengah dan hulu yang telah menjadi catatan besar dapat terwujud. Pasalnya, berkaca dari data Kementerian Perindustrian per kuartal III/2019 industri teksil sudah tumbuh 15 persen, tetapi lebih banyak disumbang dari hilir.
"Kalau secara kontribusi ekspor 2019 kemarin sampai November tekstil terbesar ketiga dengan nilai US$11,38 miliar setelah makanan-minuman dan logam dasar. Tahun ini dengan prasyarat tadi maka surplus saya proyeksi bisa naik US$3,5 miliar - US$4 miliar dari 2019 yang berkisar US$3,3 miliar," ujarnya.
Sementara itu, Rizal mengemukakan dari sisi impor produksi kain mentah dan kain jadi menjadi pendorong utama yang mencatatkan peningkatan signifikan.