Bisnis.com, JAKARTA – Langkah pemerintah mengendalikan impor barang kiriman mulai diterapkan pada hari ini (30/1/2020). Dalam hal ini, pemerintah resmi menurunkan batas nilai pembebasan bea masuk barang kiriman dari US$75/kiriman menjadi US$3/kiriman.
Ketentuan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 199 Tahun 2019 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai dan Pajak Atas Impor Barang. Dalam ketentuan tersebut, penyesuaian batas nilai pembebasan bea masuk atau (de minimis value) diberlakukan per 30 Januari 2020.
Hal itu membuat pembebasan bea masuk untuk impor produk barang kiriman hanya diberlakukan kepada produk dengan nilai di bawah Rp40.971/kiriman (kurs US$1=Rp13.657). Sebelum aturan ini berlaku, produk barang kiriman yang diberlakukan pembebasan bea masuk ditetapkan sebesar US$75/kiriman atau setara dengan Rp1,02 juta/kiriman.
Drastisnya penurunan batas nilai pembebasan bea masuk barang kiriman tersebut secara otomatis akan membuat harga produk yang diimpor menggunakan metode barang kiriman menjadi lebih mahal.
Di sisi lain, pemerintah juga menerapkan kebijakan bahwa pungutan pajak dalam rangka impor diberlakukan normal atau tidak ada batas ambang bawah.
Lonjakan harga akan terasa pada produk sepatu, tas dan garmen yang diimpor melalui jalur barang kiriman. Pasalnya, ketiga produk tersebut selain dikenai ketentuan de minimis yang baru juga akan dikenai skema tarif normal (MFN).
Baca Juga
Dalam hal ini tarif pajak pertambahan nilai (PPN) ketiga komoditas tersebut ditetapkan sebesar 10 persen, dan pajak penghasilan 7,5 persen—10 persen. Selanjutnya untuk bea masuk tas ditetapkan sebesar 15 persen – 20 persen, sepatu 25 persen – 30 persen dan produk tekstil 15 persen -25 persen.
Sementara itu, untuk produk di luar ketiga komoditas itu akan dikenai penyesuaian tarif yakni dari awalnya 27,5 persen - 37,5 persen (bea masuk 7,5 persen, PPN 10 persen, PPh 10 persen dengan NPWP dan PPh 20 persen tanpa NPWP) menjadi 17,5% (bea masuk 7,5 persen, PPN 10 persen dan PPh 0 persen).
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B. Sukamdani mengatakan kebijakan tersebut menjadi titik cerah bagi industri dalam negeri. Pasalnya, produk-produk dalam negeri akan lebih berdaya saing di pasar domestik, setelah selama ini digempur oleh barang-barang impor.
“Kami khawatir, industri dalam negeri terus merana. Dengan adanya kebijakan baru tersebut, kami yakin industri domestik kita bisa lebih bersaing karena membuat level kompetisi yang adil dengan produk impor,” katanya kepada Bisnis, Rabu (29/2/2020).
Adapun, berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, kegiatan impor melalui barang kiriman di tanah air mencapai 49,69 juta paket pada tahun 2019.
Volume tersebut meningkat tajam dari tahun sebelumnya yang hanya sebesar 19,57 juta paket pada dan 6,1 juta paket pada 2017.