Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jelang Pemilu, Singapura Tak Akan Relaksasi Aturan Properti

Mayoritas penduduk Singapura saat ini tinggal di rumah susun Housing Development Board yang disponsori oleh pemerintah. Ada pula beberapa yang meningkatkan kualitas rumahnya dengan pindah ke apartemen atau kondominium karena lebih bernilai dan fasilitasnya lebih baik.
Pemandangan apartemen di Singapura./REUTERS-Kevin Lam
Pemandangan apartemen di Singapura./REUTERS-Kevin Lam

Bisnis.com, JAKARTA – Singapura diperkirakan belum akan menggulirkan relaksasi pada sejumlah regulasi lantaran akan segera menempuh pemilihan umum pada semester pertama 2020 mendatang.

Meskipun sejumlah pengembang Singapura, termasuk City Developments Ltd., yang merupakan pengembang terbesar kedua di Singapura, sudah meminta pemerintah untuk melonggarkan sejumlah aturan untuk mengatasi kelebihan pasok properti, jika ada langkah yang diambil dinilai akan menambah biaya.

Melonggarkan aturan-aturan properti pada masa menjelang pemilu dianggap malah akan membut harga jadi tak beraturan dan membuatnya justru makin mahal, terutama bagi penduduk asli Singapura untuk memiliki apartemen.

Saat ini Negeri Singa itu sedang menghadapi kelebihan pasok properti, yang diperkirakan perlu empat tahun untuk menyelesaikan masalah tersebut. Ada sekitar 32.000 unit yang sudah dan belum selesai dibangun yang ada di pasaran saat ini.

Sementara itu, harga rumah anjlok setelah ada pelonggaran aturan pada Juli 2018, yang kemudian kembali rebound atau terkerek pada kuartal III/2019.

Analis di RHB Research Institute Singapore Pte. Vijay Natarajan mengatakan bahwa relaksasi aturan bukanlah langkah yang biasa dilakukan pemerintah Singapura menjelang pemilihan umum, karena bisa membuat harga melambung di tengah pasar yang sedang volatil di negar-negara tetangga.

“Kemungkinan baru ada aturan baru setelah pemilu nanti, dan akan lebih fokus menggarap rumah untuk publik atau kelas menengah yang mana sudah diumumkan oleh pemerintah untuk mendorong harga jual properti.” Ungkap Natarajan, dilansir Bloomberg, Jumat (20/12).

Mayoritas penduduk Singapura saat ini tinggal di rumah susun Housing Development Board yang disponsori oleh pemerintah. Ada pula beberapa yang meningkatkan kualitas rumahnya dengan pindah ke apartemen atau kondominium karena lebih bernilai dan fasilitasnya lebih baik.

Adapun, Christine Sun, the head of research and consultancy at OrangeTee & Tie Pte. Mengatakan, faktor lainnya seperti kondisi ekonomi makro juga berperan penting dalam perpolitikan Singapura yang akan memutuskan akan adanya relaksasi aturan properti.

Sun menyebut pemerintah sudah cukup puas dengan laju pertumbuhan harga saat ini akrena bisa mendorong penjualan dan menyerap unit yang berlebih.

“Kelihatannya mereka [Pemerintah Singapura] belum akan melakukan perubahan apapun secara drastis,” kata Sun.

Meskipun demikian, relaksasi aturan harusnya bisa dipertimbangkan atas beberapa hal, di antaranya yang mencegah pengembang untuk menjual properti dengn ukuran yang lebih besar. Kemudian, juga dari sisi perpajakan, baik bagi warga asli Singapura dan juga warga negara asing yang bisa disetarakan.

Selain itu, pajak yang dikenakan bagi pengembang juga harapannya bisa dibagi pertingkatan berdasarakan ukuran proyeknya.

“Mau melakukan relaksasi atau tidak itu hak prerogatif pemerintah, namun, kami rasa aturan apapun yang akan diterapkan, lingkaran aksi reaksi antara pemerintah, pengembang, dan konsumen pasti terjadi,” ungkap Sun. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper