Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi akan mengatur bisnis angkutan penyeberangan di Indonesia agar lebih kondusif dalam melayani masyarakat.
Menhub menjelaskan perlu ada pengaturan perlintasan penyeberangan untuk rute gemuk dan kurus sehingga terjadi keseimbangan di dalam operasi kapal penyeberangan.
"Sekarang musti bagi-bagi rezeki. Saya lagi memikirkan bagaimana rute gemuk dan rute kering itu dicampur, misalnya perusahaan A dapat 1 rute gemuk mesti punya rute kurus 1," paparnya, Senin (4/11/2019).
Saat ini, rute gemuk seperti perlintasan Merak--Bakauheni harus dihitung benar-benar mengenai jumlah kapal yang digunakan, sehingga terdapat kesetimbangan dengan jumlah dermaga.
Sesuai keputusan Kemenhub perlintasan Merak-Bakauheni akan hanya tersedia 68 unit kapal dengan ukuran minimal 5.000 GT seiring dengan keluarnya Permenhub No 88/2014 tentang Kewajiban Pengoperasian Kapal Feri Berukuran Minimal 5.000 GT pada 24 Desember 2018. Sayangnya, pemberlakukan aturan itu ditunda hingga kini.
Ditjen Perhubungan Darat pada 2014 telah menghitung jumlah kapal yang beroperasi di lintasan tersibuk di Indonesia tercatat 52 unit dengan 22 kapal berukuran di atas 5.000 GT, sedangkan 30 unit berukuran di bawah 5.000 GT. Pada 2018, jumlah kapal yang beroperasi di lintasan Merak-Bakauheni sebanyak 71 unit kapal.
Baca Juga
Budi Karya juga menyebutkan Indonesia perlu memisahkan fungsi operator pelabuhan penyeberangan dan operator pelayaran yang selama ini dilakukan oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero).
Menhub menyatakan akan menyampaikan hal itu kepada PT ASDP Indonesia Ferry agar profesional dalam melayani transportasi sungai, danau dan penyeberangan.
"[Fungsi operator dan pelabuhan] ya operator saja, operator kapal, harusnya dipisahkan fungsinya. Nanti kami bicara dengan ASDP," tuturnya.