Bisnis.com, JAKARTA -- Kementerian Perhubungan menemukan indikasi monopoli di Tol Laut yang menjurus bentuk kartel terjadi di dua tempat.
Direktur Lalu Lintas Ditjen Perhubungan Laut Kemenhub Wisnu Handoko menuturkan pihaknya menemukan indikasi terjadinya kartel pada proses distribusi barang melalui Tol Laut. Kartel yang dimaksud di sini yakni persetujuan sekelompok perusahaan dengan maksud mengendalikan harga komoditas tertentu.
"Kemungkinan mahal itu di dua titik, biaya bundling end to end [logistiknya] jadi mahal, atau pada saat dijual, isunya di situ, kalau mau dibuat aturan di situ," katanya kepada Bisnis.com, Kamis (31/10/2019).
Menurutnya, potensi terjadinya kartel dari sisi distribusi logistik tersebut mengingat panjangnya proses logistik dari pengiriman hingga barang sampai tujuan.
Saat ini, subsidi Tol Laut hanya berlaku bagi aktivitas pelayaran, sementara angkutan darat dari dan menuju pelabuhan serta biaya aktivitas pelabuhan tidak termasuk dalam subsidi.
Dia menilai perlu dipetakan lebih jauh mengenai besaran ongkos pada proses logistik tersebut. Bahkan, dia mengusulkan perlu dibuat aturan terkait dengan jasa pengurusan transportasi (JPT) sebagai penanggung jawab aktivitas logistik tersebut.
"Kalau di jasa pengurusan ini harus dikeluarkan aturan jasa pengurusan yang membuat pernyataan harga yang baik, harus pula dirumuskan agar mereka tidak membuat harga yang berlebihkan," terangnya.
Saat ini, dia banyak sekali JPT yang dapat melayani pengiriman barang melalui Tol Laut. Namun, JPT yang banyak tersebut terkoordinasi dalam dua perkumpulan yakni Rumah Kita yang beranggotakan BUMN, dan Gerai Maritim yang berisi para pedagang swasta di daerah.
"Gerai maritim itu murni swasta, toko-toko yang ada di daerah sana, di Timika, Saumlaki, Dubu, mereka yang kirim barang, seperti toko grosir dia ambil barang di Surabaya," tuturnya.
Dia menilai kemungkinan terjadi monopoli atau kartel ada di dalam kelompok Gerai Maritim tersebut. Untuk mencegah perusahaan melakukan aktivitas monopoli tersebut, Kemenhub akan mencegah perusahaan yang memesan ruang muat di kapal Tol Laut paling besar.
Selain indikasi JPT tersebut, Wisnu menengarai ada kartel pada proses penjualan akhir. Untuk mencegah hal itu, dia menilai dapat dibenahi dengan aturan mengenai harga jual dari masing-masing produk yang dikirimkan melalui Tol Laut.
"Perlu dibuatkan aturan [jika memang terjadi di penjual akhir] banyak yang terkait, perdagangannya terlibat Kemendag, Pemda, Kementan, Kemendes," ujarnya.