Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Menko Airlangga Puas dengan Capaian Indonesia dalam EoDB 2020

Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto sudah cukup puas atas capaian Indonesia atas kemudahan berusaha dalam penilaian Ease of Doing Business (EoDB) 2020 oleh World Bank yang dirilis baru-baru ini.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto

Bisnis.com, JAKARTA–Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto sudah cukup puas atas capaian Indonesia atas kemudahan berusaha dalam penilaian Ease of Doing Business (EoDB) 2020 oleh World Bank yang dirilis baru-baru ini.

Airlangga mengatakan Indonesia terletak di peringkat 6 se-Asia Tenggara dan masih terletak di atas negara-negara pesaing seperti Brunei Darussalam dan Vietnam. "Saya pikir ini adalah modal buat kita," ujar Airlangga, Jumat (25/10/2019).

Meski di level global peringkat Indonesia tetap berada di peringkat 73, skor EoDB Indonesia meningkat dibandingkan penilaian EoDB 2019 terutama dalam aspek paying taxes, getting electricity, dan yang paling utama yakni enforcing contract.

"Yang paling menarik ini enforcing contract, jadi ini menunjukkan bahwa kontrak di Indonesia mulai dihormati," ujarnya.

Adapun ke depan pihaknya masih akan terus memperbaiki aspek starting a business agar peringkatnya dapat naik. Perlu dicatat, bahwa skor starting a business Indonesia sesungguhnya tercatat stagnan di angka 81,2 tetapi peringkatnyanya turun dari 134 ke 140 pada EoDB 2020.

"Memang OSS ini masih belum mampu berjalan sebagaimana yang diharapkan. Saya pikir ke depan akan ada imporvement dan daerah akan lebih banyak yang ikut OSS," ujar Airlangga.

Adapun satu-satunya aspek penilaian EoDB yang mengalami penurunan skor serta peringkat adalah registering property yang terkait dengan prosedur, waktu, dan biaya untuk mendaftarkan properti.

Pada EoDB 2019, skor registering property tercatat mencapai 61,67 dan terletak di peringkat 100. Pada EoDB 2020, skor registering property tercatat turun menjadi 60 dan peringkatnya pun turun menjadi 106.

World Bank mencatat jumlah prosedur yang dibutuhkan untuk mendaftar properti meningkat dari 5 menjadi 6, waktu yang diperlukan untuk mendaftarkan properti juga meningkat dari 27,6 hari menjadi 31 hari.

Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri Kementerian Koordinator Perekonomian Bambang Adi Winarso menerangkan bahwa hal ini kemungkinan terkait dengan perbedaan referensi harga properti yang dijual.

"Nampaknya ini terkait validasi PPh dari kantor pajak yang butuh waktu karena ada kemungkinan perbedaan referensi harga pasar dari properti yang dijual," ujarnya Kamis (24/10/2019).

Hal ini pada akhirnya memperlambat waktu yang diperlukan dalam rangka menentukan pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) dan pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Selain itu, ada pula kemungkinan bahwa transaksi tanah di masa lalu baru dilaksanakan pembalikan namanya sehingga ada potensi perbedaan antara harga beli dengan harga saat balik nama.

Hal ini tidak mudah diselesaikan apabila tidak ada referensi harga yang jelas dan hal ini memang perlu diperbaiki.

"Reformasi itu sebenarnya tidak akan pernah berhenti karena adanya dinamika dan tidak bersifat statis," ujar Bambang.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Muhamad Wildan
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper