Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi pemimpin bisnis atau Indonesian Business Council/IBC menyampaikan pemerintah perlu memperkuat daya saing bisnis Tanah Air dengan melakukan empat langkah bersama dunia usaha untuk menarik investasi.
Chief Operation Officer IBC William Sabandar menyampaikan empat pendekatan tersebut meliputi reformasi tata kelola untuk meningkatkan kemudahan berusaha dan kolaborasi swasta dan pemerintah dalam pembangunan infrastruktur dan perbaikan kualitas sosio-ekonomi.
Selain itu, dengan meningkatkan industrialisasi melalui strategi hilirisasi dan mendorong ekonomi hijau.
“Dalam upaya besar ini, pada 2025 pemerintah baru akan mencari aliansi dan menarik investasi secara besar-besaran dan membutuhkan upaya yang kuat. IBC percaya untuk mencapai misi ini tata kelola harus direformasi dan inovasi harus dikejar,” ujarnya dalam IBC Business Competitiveness Outlook 2025, Senin (13/1/2025).
William menyampaikan bahwa tata kelola yang direformasi sangat dibutuhkan guna membangun kepercayaan, memastikan pencapaian program, dan mencegah adanya kebocoran anggaran.
Di sisi lain, inovasi akan membantu membuka peluang tersembunyi dan membantu mengamankan daya saing regional Indonesia.
Baca Juga
Untuk itu dalam paparannya, William mendorong reformasi tata kelola untuk meningkatkan kemudahan berusaha melalui pengurangan birokrasi, digitalisasi, reformasi pendapatan, dan pemberantasan korupsi.
“Bagi private sector, gunakan momentum untuk mengadvokasi dan mendukung pemerintah dalam melakukan reformasi,” tuturnya.
Sementara dalam langkah kolaborasi swasta dengan pemerintah, salah satunya dapat dilakukan melalui kerja sama infrasturktur publik, baik berkaitan dengan energi maupun air.
Langkah meningkatkan industrialisasi melalui strategi hilirisasi dapat didorong dengan melaksanakan restriksi ekspor dan memajukan produk dalam negeri.
Industrialisasi melalui Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) juga terbukti mendorong daya saing Indonesia untuk menarik investasi masuk ke Tanah Air.
Sebagaimana Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sampaikan sebelumnya, bahwa KEK akan menjadi jurus pemerintah untuk meningkatkan daya saing dan menurunkan tingkat Incremental Capital Output Ratio (ICOR) ke level 4.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) yang juga tergabung dalam IBC Shinta W. Kamdani menyampaikan memang terkait daya saing, Indonesia masih menghadapi tantangan dari sisi tenaga kerja.
Selain itu, daya saing Indonesia yang kerap dibanding-bandingkan dengan Vietnam, nyatanya memang kalah terkait persoalan birokrasi.
“Jadi reformasi birokrasi ini bukan suatu hal yang baru dilakukan pemerintah Indonesia, tapi ini masih menjadi salah satu dasar untuk daya saing,” ujarnya.
Adapun dalam laporan B-Ready 2024—pengganti Ease of Doing Business—menyebutkan peringkat Indonesia pada pilar Regulatory Framework dan Operational Efficiency tahun lalu masih di bawah rata-rata 50 negara.
Hanya satu peringkat yang di atas rata-rata, yakni pada pilar Public Service dengan capaian 63,44 poin, satu peringkat di bawah Kosta Rika dan tiga peringkat di atas Hongkong.
Membandingkan dengan Vietnam, pilar Operational Efficiency negara tersebut masuk dalam kuintil teratas dengan 72,78 poin. Sementara Indonesia hanya 61,31 poin dan berada di kuintil keempat bersama Kamboja.