Bisnis.com, BADUNG - PT Industri Baterai Indonesia atau Indonesia Battery Corporation (IBC) mengungkap kebutuhan investasi untuk membangun ekosistem baterai kendaraan listrik dalam negeri diperkirakan mencapai US$6 miliar.
Direktur Utama IBC Toto Nugroho mengatakan jumlah kebutuhan penanaman modal tersebut untuk memproduksi baterai electric vehicle (EV) mencakup infrastruktur dari hulu ke hilir.
"Baterai, mungkin Anda bisa melihatnya kecil, tetapi prosesnya sangat rumit. Perlu banyak investasi. Perlu banyak teknologi dan pengetahuan mulai dari penambangan hingga sel baterai," kata Toto dalam panel diskusi di Indonesia Africa Forum (IAF) 2024, Selasa (3/8/2024).
Untuk membuat investasi tersebut berhasil, dia menilai perlu kemitraan yang dapat mendukung kebutuhan sumber daya mineral dan pengembangan hilirisasi mineral kritis.
Dalam hal ini, IBC juga menawarkan mitra nya untuk mendapatkan rantai pasok nilai dari dalam negeri, seperti bahan prekursor hingga anoda yang sudah diproduksi lokal.
Tak hanya itu, pihaknya juga menyoroti upaya untuk mempertahankan keberlanjutan energi terbarukan dalam kegiatan penambangan. Hal ini penting untuk memastikan kualitas ekosistem produksi yang berkelanjutan.
Baca Juga
"Ini sangat penting bagi negara-negara seperti Afrika dan Indonesia di mana kita memiliki banyak potensi untuk panel surya atau juga dari angin. Dan dengan solusi energi baterai, ini adalah satu hal yang dapat memberikan daya konstan untuk pengembangan listrik," jelasnya.
Toto menuturkan, Indonesia dan Afrika dapat saling melengkapi dengan potensi sumber daya alam sebagai bahan baku produksi baterai kendaraan listrik. Dalam hal ini, Indonesia memiliki nikel, sementara grafit dan lithium tida ada.
"Afrika belum memiliki banyak produksi nikel, tetapi Anda memiliki grafit dan litium, yang dapat kita kerjakan bersama di masa mendatang untuk memastikan kita memiliki rantai pasokan yang stabil," tuturnya.
Sebagai informasi, Toto menerangkan saat ini pihaknya tengah bekerja sama dengan LG mengembangkan lini bisnis baterai dari hulu hingga hilir di Tanah dan telah memiliki pabrik sel baterai bersama Hyundai.
"LG telah menginvestasikan salah satu investasi terbesar untuk produksi sel baterai di Indonesia, 10 gigawatt per jam, yang setara dengan sekitar 100.000 mobil EV per tahun. Selain itu, mitra Tiongkok kami juga telah berinvestasi dari hulu ke hilir," terangnya.
Sebelumnya, Kementerian Luar Negeri RI mengatakan Indonesia membidik potensi kerja sama sektor energi di bidang mineral kritis dengan negara-negara Afrika dalam pengembangan ekosistem baterai kendaraan listrik atau electric vehicle (EV).
Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri RI, Abdul Kadir Jailani mengatakan Indonesia tidak bisa hanya mengandalkan mineral berupa nikel saja dalam mengembangkan ekosistem baterai kendaraan listrik.
"Kita ketahui, at the same time bahwa critical mineral yang kita perlukan melampaui nikel, banyak hal lain dan di mana kita tahu bahwa beberapa negara Afrika juga memiliki potensi critical mineral," kata Kadir dalam Konferensi Pers Persiapan IAF 2024 dan HLF MSP, Minggu (1/9/2024).
Menurut Kadir, untuk menghasilkan sebuah baterai kendaraan listrik, Indonesia membutuhkan banyak mineral kritis yang tidak terbatas hanya nikel.
Sebagaimana diketahui, selain nikel, baterai kendaraan listrik juga terbentuk dari komponen litium, kobalt, mangaan, alumina, timah, dan lainnya.
Berdasarkan catatan Kemlu RI, negara-negara Afrika akan memainkan peran penting lantaran memiliki kekayaan mineral kritis seperti cadangan kobalt dunia 55%, mangaan 48%, grafit 22%, dan lainnya.