Bisnis.com, JAKARTA—Langkah PT Pertamina (Persero) membuka kembali trading arm di Singapura, melalui anak usahanya bernama Pertamina International Marketing and Distribution Pte Ltd (PIMD) mendapat reaksi keras.
Salah satu anggota Tim Anti Mafia Migas sekaligus pengamat ekonomi energi UGM Rahmi Radhi menyatakan kelahiran PIMD serupa dengan Pertamina Energy Trading Limited (Petral).
Menurutnya, Petral awalnya juga dimaksudkan untuk menjual minyak mentah di pasar internasional pada saat Indonesia masih sebagai negara eksportir minyak. Namun, pada saat Indonesia sudah menjadi negara net importer, fungsi Petral sebagai satu-satunya trading arm yang hanya impor minyak mentah untuk kilang Indonesia dan impor BBM untuk kebutuhan dalam negeri.
“Setelah penutupan Petral, pembukaan kembali trading arm Pemasaran di Singapore sangat tidak tepat, bahkan blunder, yang berpotensi mengundang mafia migas,” katanya, dalam pertanyaan tertulis yang diterima Bisnis.com, Rabu (9/10/2019).
Fahmi khawatir praktik pemburuan rente ala Petral pasti akan terulang kembali, utamanya dalam pengadaan impor LPG, mengingat kebutuhan dalam negeri yang besar.
Di sisi lain, kapasitas jualan produk Pertamina, MFO 380 untuk BBM kapal laut dan produk pihak ketiga ke pasar international, masih sangat kecil.
Baca Juga
“Ujung-ujungnya, PIMD hanya akan melakukan impor LPG, yang rawan menjadi sasaran Mafia Migas untuk berburu rente seperti yang terjadi pada Petral,” ujarnya.
Belajar pengalaman untuk mengusut mafia migas, lanjut Fahmi, kantor PIMD yang berkedudukan di Singapura, sehingga tidak terjangkau dan tersentuh oleh KPK.
Dia menambahkan itulah penyebab mengapa KPK baru menetapkan Direktur Utama Petral sebagai tersangka suap pengadaan crude, setelah 4 tahun melakukan penyidikan dan penyelidikan.
“Tidak berlebihan dikatakan bahwa pembukaan kembali trading arm PIMD di Singapora setelah Petral ditutup, Pertamina mengabaikan perintah Presiden Joko Widodo,” tegasnya.