Bisnis.com, JAKARTA - Gabungan Perusahaan Farmasi (GP Farmasi) Indonesia mengeluhkan proses pembayaran obat pascapenyediaan yang cenderung lambat.
Ketua Pengurus Pusat GP Farmasi Tirto Kusnadi mengatakan bahwa pihaknya selaku penyedia produk obat-obatan dituntut untuk menyediakan produk secara cepat dalam rangka memenuhi kebutuhan di sektor kesehatan.
Namun, di satu sisi pihaknya tidak mendapatkan pembayaran yang cepat dari satuan kerja (satker) yang meminta produk yang disediakan. "Oleh karena itu, saya mengusulkan adanya fitur e-payment agar pembayaran bisa cepat," ujar Tirto dalam Diskusi Panel yang diadakan Bisnis Indonesia dengan tajuk Urgensi Optimalisasi Manajemen Pengelolaan Obat dan Vaksin Terkait Efisiensi Anggaran, Selasa (8/10/2019).
Permasalahan ini pada akhirnya dapat mengganggu sustainabilitas dari produsen obat-obatan di Indonesia.
Direktur Pengembangan Sistem Katalog Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) RI Gusti Agung Aju Diah Ambarawaty mengatakan bahwa pihaknya untuk saat ini memang sedang berusaha untuk memperbaiki kententuan-ketentuan mengenai kontrak yang dalam hal ini termasuk pembayaran atas penyediaan produk.
"Memang ada beberapa pakar yang berpandangan bahwa kalau kontrak dengan pemerintah sering kali tidak imbang meskipun saya termasuk memiliki pendapat berbeda," ungkap Diah, Selasa (8/10/2019).
Dalam integrasi sistem pengadaan barang dan jasa yang saat ini sedang dikembangkan oleh LKPP RI, Diah menuturkan bahwa pihaknya sudah berhasil mengintegrasikan perencanaan pengadaan barang ke dalam sistem pengadaan.
Namun, hingga saat ini masalah pembayaran memang masih belum terintegrasi dengan sistem yang dibangun tersebut.
Oleh karena itu, sistem e-payment sebagaimana yang diusulkan oleh GP Farmasi pun masih belum bisa diterapkan.
Diah mengungkapkan kendala dari integrasi pembayaran terhadap kepada sistem pengadaan barang masih terkendala karena adanya resistensi dari Kementerian Keuangan selaku pengelola keuangan negara.
"Kementerian Keuangan memiliki alasan-alasan yang merujuk pada UU Keuangan Negara yang kata mereka belum memungkinkan hal tersebut," ujar Diah.
Padahal, apabila pembayaran sudah terintegrasi dengan sistem pengadaan barang secara keseluruhan, hal ini bisa menguntungkan kedua pihak baik swasta selaku penyedia barang dan instansi negara selaku pemesan.