Bisnis.com, JAKARTA- Kementerian Perindustrian memperkuat kemitraan Indonesia-Jepang di subsektor industri farmasi dan alat kesehatan. Hal ini guna mendukung cita-cita Indonesia menjadi hub manufaktur untuk industri tersebut.
Sebagaimana diketahui, pemerintah Indonesia memprioritaskan pengembangan industri farmasi dan alat kesehatan agar bisa lebih berdaya saing global. Target tersebut sejalan dengan arah peta jalan Making Indonesia 4.0, RIPIN 2015-2035, Undang-undang Cipta Kerja, serta program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN).
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan pertumbuhan industri alat kesehatan di Indonesia semakin berkembang pesat. Pada 2021, pasarnya bernilai US$3,5 miliar atau Rp54,7 triliun dan diperkirakan tumbuh menjadi US$6,5 miliar atau setara dengan Rp101 triliun pada tahun 2026.
"Indonesia akan menjadi negara tujuan yang menarik bagi investor alat kesehatan. Dalam beberapa tahun terakhir, terdapat peningkatan signifikan dalam jumlah produsen peralatan kesehatan yang beroperasi di Indonesia," kata Agus dalam keterangan resminya, dikutip Jumat (6/9/2023).
Dia menuturkan bawah ada beberapa faktor utama yang membuat Indonesia menarik bagi produsen alat kesehatan, antara lain adalah pasar yang besar dan terus tumbuh, populasi generasi muda, meningkatnya kelas menengah, kebijakan pemerintah yang probisnis, serta ketersediaan tenaga kerja industri terampil.
Guna mendukung kebijakan substitusi impor, pihaknya terus membuka peluang yang menjanjikan untuk para perusahaan berinvestasi di sektor bahan baku untuk industri farmasi dan alat kesehatan.
Baca Juga
"Upaya ini akan menguatkan struktur manufaktur di dalam negeri sehingga bisa berdaya saing global,”imbuhnya.
Untuk mencapai sasaran tersebut, salah satu langkah kuncinya adalah pemberian insentif untuk memacu investasi dalam penelitian dan pengembangan di sektor industri farmasi dan alat kesehatan.
"Insentif ini bertujuan untuk menarik lebih banyak investasi pada sektor-sektor ini dan mendorong pengembangan produk-produk baru dan inovatif yang dapat meningkatkan hasil layanan kesehatan bagi masyarakat Indonesia," jelasnya.
Selain insentif penelitian dan pengembangan, pemerintah juga terus memprioritaskan pengembangan kapasitas produksi lokal untuk obat esensial dan alat kesehatan.
"Hal ini mencakup upaya untuk menarik lebih banyak investasi ke sektor ini, serta insentif bagi produsen lokal untuk meningkatkan fasilitas dan meningkatkan kemampuan produksi mereka,” imbuhnya.
Dari sisi insentif kebijakan fiskal, pemerintah Indonesia telah menerbitkan skema Tax Holiday dan Mini Tax Holiday, yaitu fasilitas pengurangan pajak penghasilan badan atas penghasilan yang diperoleh dari kegiatan usaha utama, yang disediakan untuk penanaman modal baru dan ekspansi.
Selain itu, ditawarkan Tax Allowance, yaitu fasilitas pengurangan penghasilan kena pajak yang dihitung berdasarkan besarnya investasi yang dilakukan pada domain dan wilayah usaha tertentu.
"Salah satu insentif yang paling menguntungkan bagi industri adalah Super Deduction Tax, yang merupakan pengurangan pendapatan kotor hingga 300 persen yang ditawarkan kepada perusahaan yang terlibat dalam program pendidikan kejuruan atau vokasi, termasuk upaya penelitian dan pengembangan untuk mendorong inovasi," terangnya
Adapun, Jepang merupakan negara terdepan yang aktif berinvestasi di sektor industri farmasi, produk obat kimia, dan obat tradisional. Hingga saat ini, lebih dari sepuluh perusahaan farmasi Jepang terus beroperasi dan berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi dan kesehatan nasional. Selain itu, sebagian besar dari mereka telah beroperasi lebih dari 50 tahun sejak didirikan di Indonesia.
Pemerintah berharap kerja sama investasi dan bentuk kemitraan lainnya antara Indonesia dan Jepang terus meningkat, sehingga inovasi teknis dan kemajuan di bidang farmasi dapat bermanfaat bagi banyak sektor masyarakat yang membutuhkannya.
"Selain vaksin, immunoserum, dan antigen, Indonesia juga harus mampu swasembada produk biologi atau biosimilar yang saat ini sedang berkembang pesat, khususnya bioteknologi hasil fermentasi, rekayasa genetika, atau kloning, seperti antibodi monoklonal dan protein rekombinan,” terangnya.