Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali mendesak perusahaan farmasi global agar menurunkan harga obat, dengan mengirimkan surat kepada 17 produsen obat terbesar di dunia dan menuntut agar harga obat di AS disamakan dengan harga di negara lain.
Melansir Bloomberg pada Jumat (1/8/2025) surat tersebut dikirimkan Trump kepada perusahaan seperti Eli Lilly & Co., Novo Nordisk A/S, Pfizer Inc., dan sejumlah pemain besar lainnya di industri farmasi.
Dalam surat itu, Trump meminta agar perusahaan segera menurunkan harga obat yang dijual kepada program Medicaid dan menjamin bahwa harga obat baru nantinya akan setara dengan harga di pasar internasional.
Trump memberikan tenggat waktu 60 hari kepada perusahaan untuk mematuhi permintaan tersebut secara sukarela. Jika tidak, dia mengancam akan menggunakan seluruh instrumen yang tersedia untuk melindungi keluarga Amerika dari praktik harga obat yang abusif.
Dalam salah satu surat yang diunggah di media sosialnya dan ditujukan kepada CEO Eli Lilly Dave Ricks, menekankan produsen obat harus memberikan bantuan langsung atas harga obat yang sangat melambung.
Langkah tersebut langsung berdampak pada pasar. Saham Eli Lilly tercatat turun 2,5% pada perdagangan sore di New York, sementara saham AbbVie Inc. – salah satu perusahaan yang juga menerima surat tersebut – memangkas sebagian kenaikannya sebelumnya.
Baca Juga
Industri farmasi selama ini menentang kebijakan penyeragaman harga obat secara global, dengan alasan hal tersebut dapat menggerus dominasi riset biomedis AS dan mengurangi insentif untuk inovasi terapi baru.
Para eksekutif industri juga meminta pemerintahan Trump agar fokus pada peran para perantara (middlemen) dalam rantai pasok farmasi, yang sering kali menjadi pihak yang menentukan harga atas nama perusahaan asuransi atau pemberi kerja.
Trump memang telah lama mengkritik tingginya selisih harga obat antara AS dan negara-negara lain. Pada masa jabatan pertamanya, dia pernah menandatangani perintah eksekutif serupa, tetapi upaya tersebut kandas karena gugatan hukum.
“Meski pengumuman ini mengejutkan secara headline, kami menilai kecil kemungkinan pemerintahan Trump dapat merealisasikan kebijakan ini,” ujar analis BMO Capital Markets Evan Seigerman dalam catatannya.
Dia menambahkan, dalam beberapa aspek, Trump kemungkinan tidak memiliki dasar hukum yang cukup untuk melaksanakan kebijakan tersebut.
Dalam surat hari Kamis, Trump menyatakan akan menggunakan kebijakan perdagangan AS untuk membantu perusahaan farmasi menegosiasikan harga yang lebih tinggi di negara lain. Namun, menuntut agar hasil negosiasi tersebut dipakai untuk menurunkan harga obat di AS.
Trump juga meminta agar sejumlah obat yang banyak digunakan ditawarkan langsung kepada pasien, dengan harga yang setara dengan potongan yang selama ini diberikan kepada perusahaan asuransi pihak ketiga.
Namun, belum jelas apakah usulan Trump ini benar-benar akan menurunkan pengeluaran konsumen AS, mengingat kebijakan ini terutama menyasar obat-obatan yang baru diluncurkan.
Selain itu, perusahaan farmasi sebenarnya sudah diwajibkan memberikan diskon besar dalam program Medicaid agar bisa ikut serta.
Meski secara umum industri farmasi bersikap defensif terhadap tekanan Trump, terdapat sinyal perubahan. CEO AstraZeneca Plc, Pascal Soriot, baru-baru ini menyatakan bahwa kondisi saat ini sudah tidak berkelanjutan—sikap yang berbeda dari para eksekutif farmasi lain.
Asosiasi industri farmasi AS, PhRMA, belum memberikan tanggapan atas permintaan komentar. Sementara itu, AstraZeneca, Amgen Inc., GSK Plc, dan Regeneron Pharmaceuticals Inc. menolak berkomentar. Juru bicara Eli Lilly mengatakan masih meninjau isi surat tersebut.
Adapun, juru bicara Novo Nordisk menyatakan perusahaan tetap berkomitmen untuk meningkatkan akses pasien dan keterjangkauan harga.