Bisnis.com, JAKARTA - Sistem e-katalog dan e-purchasing saat ini diklaim sudah berhasil mengefisienkan pengadaan obat, vaksin, dan alat kesehatan (alkes).
Direktur Pengembangan Sistem Katalog Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) RI Gusti Agung Aju Diah Ambarawaty mengatakan bahwa pengadaan obat, alkes, dan bahan medis habis pakai oleh fasilitas kesehatan milik pemerintah maupun swasta untuk program jaminan kesehatan wajib dilakukan melalui e-purchasing berdasarkan pada e-katalog.
Dengan ini, penyediaan obat, vaksin, dan alkes pun semakin terstandar sesuai dengan yang ditentukan oleh Kementerian Kesehatan dan harga produk yang ditawarkan pun sudah terstandar karena variasi harga sudah dikompetisikan sebelum produk ditayangkan di e-katalog.
Harga obat dan vaksin yang tercantum dalam e-katalog merujuk pada harga perkiraan sendiri (HPS) dari Kementerian Kesehatan, sedangkan harga alkes ditentukan dengan metode komputasi.
Melalui e-purchasing, faskes yang hendak menyediakan obat, vaksin, ataupun alkes dari penyedia tidak perlu lagi mengadakan proses tender ataupun negosiasi yang inefisien dan memakan waktu yang lama.
Faskes cukup memilih produk yang hendak disediakan sebagaimana yang tertera dalam e-katalog dan penyedia pun wajib merespons dalam waktu 3 hari terkait dengan kesanggupan mereka menyediakan produk yang diinginkan.
"Ini menghemat penggunaan SDM, waktu pemilihan, dan biaya administrasi dalam proses pemilihan," ujar Diah dalam Diskusi Panel yang diadakan Bisnis Indonesia yang bertajuk Urgensi Optimalisasi Manajemen Pengelolaan Obat dan Vaksin Terkait Efisiensi Anggaran, Selasa (8/10/2019).
Per 2018, e-katalog sudah menyediakan 1.090 obat dan vaksin dari 89 penyedia. Nilai transaksinya pun sudah mencapai Rp9 triliun.
Untuk alkes, saat ini sudah tertera 16.461 produk dari 310 penyedia dan nilai transaksi alkes per 2018 sudah mencapai Rp13,2 triliun.
Namun, LKPP RI mencatat untuk saat ini masih terdapat dua kendala dalam pelaksanaan pengadaan obat, vaksin, dan alkes.
Pertama, masih terdapat produk yang hingga saat ini belum tertera di e-katalog. Hal ini karena HPS yang ditentukan oleh Kementerian Kesehatan masih terlalu rendah sehingga tidak ada penyedia yang mengajukan penawaran.
Permasalahan ini juga timbul karena produk yang ditawarkan ternyata tidak lulus evaluasi.
Oleh karena itu, LKPP RI pun berkerja sama dengan Kementerian Kesehatan untuk mengembangkan katalog sektoral sehingga proses pemilihan penyedia baru ataupun evaluasi produk bisa dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan Kementerian Kesehatan.
Kedua, proses pemilihan penyedia produk melalui negosiasi masih belum dilakukan secara elektronik.
Permasalahan ini timbul karena e-katalog masih belum menyediakan fitur pemilihan penyedia produk secara otomatis sehingga untuk saat ini pemilihan penyedia masih perlu dilaksanakan secara manual.
"Saat ini yang cukup lama adalah pengecekan kembali atas produk yang sudah disetujui dan tertuang dalam SK, ini masih perlu di cek satu satu," ujar Diah.
Oleh karena itu, saat ini LKPP RI mengembangkan fitur pra-katalog agar proses pemilihan penyedia bisa dilaksanakan dengan lebih efisien.