Bisnis.com, JAKARTA -- Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia meminta agar revisi surat edaran Badan Pengatur Hilir Migas terkait dengan pembatasan pemberian BBM bersubsidi jenis Solar agar dipercepat, karena perubahan di lapangan membutuhkan hal tersebut.
Sebelumnya, BPH Migas memastikan angkutan barang dan dump truck diperbolehkan menggunakan Solar subsidi, kecuali yang beroperasi untuk sektor pertambangan dan perkebunan.
Wakil Ketua Umum DPP Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Kyatmaja Lookman menuturkan pihaknya sudah mengetahui BPH Migas merevisi SE No. 3865.E/Ka BPH/2019, tetapi pengumuman dilakukan secara tersirat belum ada pergantian surat edaran tersebut.
"Tersirat saja belum tersurat, sudah disampaikan dia ralat SE tapi kemarin, terus kami mengatakan asosiasi SPBU minta surat tertulis, kalau tersirat tidak bisa implementasi di lapangan," katanya kepada Bisnis.com, Selasa (24/9/2019).
Menurutnya, revisi tersebut harus berupa surat edaran baru dan tidak dapat ditunda lagi. Alasannya, kalau tidak ada edaran baru SPBU tidak akan menyesuaikan dengan ralat tersebut sehingga angkutan barang beroda 6 atau lebih tetap tidak dapat menggunakan Solar bersubsidi.
Dia mengatakan revisi tersebut sudah sesuai keinginan karena angkutan barang yang tidak diperkenankan menggunakan Solar bersubsidi adalah kendaraan beroda 6 atau lebih khusus angkutan tambang dan perkebunan.
Baca Juga
"Pernyataan di Peraturan Presiden [Perpres] tidak boleh [pakai Solar subsidi] itu tambang dan perkebunan, roda 6 ke atas, kalau di Perpres itu tidak menjelaskan larangan untuk sektor-sektor lain," katanya.
Mengacu aturan tersebut, selama ini pengusaha angkutan barang menggunakan biosolar dan menjadikan biayanya sebagai acuan termasuk oleh pemilik barang.
"Harganya Rp5.150 per liter, kalau kita isi pertadex [harganya Rp10.200 per liter--Rp10.600 per liter] tidak akan diganti oleh pemilih barang, kita terpaksa pakai pertadex tidak bisa tagihkan ke konsumen, hari ini teman-teman tidak bisa isi semua," jelasnya.
Dia menegaskan di lapangan kerusakan atas SE dari BPH Migas sebelumnya sudah terjadi, sehingga terjadi kerancuan di level stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU).
Bila pengumuman ke SPBU tidak diperbaiki, imbuhnya, para pengusaha truk akan terus ramai dan mungkin tetap terjadi pemogokan.
Sebelumnya, Anggota Komite BPH Migas Henry Ahmad mengatakan revisi Surat Edaran No. 3865.E/Ka BPH/2019 sudah disosialisasikan kepada publik. Surat edaran tersebut tentang Pengendalian Kuota Jenis Bagan Bakar Minyak Tertentu 2019 yang diedarkan pada 29 Juli lalu.
Namun, sosialisasi ini belum dibarengi dengan perubahan SE di lapangan oleh BPH Migas sehingga para pengusaha SPBU masih mengacu pada surat edaran yang lama.
“Yang terkait dengan industri perkebunan dan pertambangan memang tidak. Tapi selain itu boleh, itu saja [revisi] yang ditambahkan. Karena selama ini jadi perdebatan,” katanya.
Dalam surat edaran tersebut, setidaknya ada sembilan instruksi mengendalikan konsumsi BBM bersubsidi, khususnya Solar. Kendaran bermotor utnuk pengangkutan hasil perkebunan, kehutanan, dan pertambangan dengan jumlah roda lebih dari enam buah dalam kondisi bermuatan atau tidak bermuatan dilarang menggunakan solar bersubsidi.
Pada poin keempat, mobil tanki BBM, CPO, dump, truck trailer, truk gandeng dan mobil pengaduk semen, juga dilarang menggunakan BBM jenis tertentu (JBT) solar bersubsidi. BPH Migas melakukan revisi pada poin keempat ini.
Henry mengatakan kendaraan jenis lain yang tidak dilarang dalam Peraturan Presiden No 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak, tetap diperbolehkan menggunakan solar subsidi.