Bisnis.com, JAKARTA -- Kementerian Perhubungan menjelaskan alasan kewajiban pelaku usaha memiliki minimal satu unit kapal keruk untuk mendapatkan izin usaha pengerukan dan reklamasi.
Disebutkan bahwa kewajiban itu ditetapkan untuk menjamin kepastian pekerjaan.
Direktur Kepelabuhanan Subagio mengatakan kepemilikan kapal akan menjamin pengerukan dan reklamasi berjalan sesuai jadwal.
"Proses pekerjaan pengerukan lebih pasti dan lebih efektif," katanya saat dihubungi, Minggu (8/9/2019).
Subagio menjelaskan, sesuai Pasal 197 ayat (2) UU No 17/2008 tentang Pelayaran, pekerjaan pengerukan alur pelayaran dan kolam pelabuhan serta reklamasi dilakukan oleh perusahaan yang mempunyai kemampuan dan kompetensi.
Kemampuan itu dibuktikan dengan sertifikat yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Pasal 99 ayat (1) Peraturan Pemerintah No 5/2010 tentang Kenavigasian juga mengatur hal yang sama.
Sementara itu, Pasal 23 ayat (1) Peraturan Menteri Perhubungan No PM 52/2011 tentang pengerukan dan reklamasi menetapkan perusahaan pengerukan dan reklamasi dalam melakukan kegiatan usaha wajib memiliki izin usaha yang diberikan oleh Menteri Perhubungan.
Aturan itu kemudian diperbarui dengan Peraturan Menteri Perhubungan No PM 125/2018, khususnya Pasal 34 yang mengatur pelaksana kegiatan kerja keruk dan/atau reklamasi dilakukan oleh pelaksana kegiatan kerja keruk dan/atau reklamasi yang memiliki izin usaha pengerukan dan reklamasi.
"Namun, sejak PM 52/2011 terbit, pelaksanaannya belum dapat diterapkan hingga 2018 atau kurang lebih tujuh tahun," ujar Subagio.
Selama tujuh tahun, lanjut dia, pemerintah memberikan kelonggaran, yakni pelaku usaha diperbolehkan 'menguasai' kapal. Selama itu juga, menurut Subagio, ada usaha agar pelaku usaha memiliki kapal kerja keruk.
"PM sudah disinkronisasikan dengan instansi pemerintah dan stakeholder terkait," ujarnya.
Sebelumnya, Indonesian Dredging and Reclamation Association (IDRA) menyatakan banyak pelaku usaha tidak dapat memenuhi beberapa syarat izin usaha pengerukan dan reklamasi.
Syarat yang tak sanggup dipenuhi itu adalah kewajiban memiliki kapal keruk sebagaimana ditetapkan Peraturan Menteri Perhubungan No PM 125/2018 yang berlaku mulai 27 Desember 2018.
Perubahan ketiga Permenhub No PM 52/2011 itu mewajibkan pelaku usaha memiliki paling sedikit satu unit kapal keruk yang laik laut berbendera Indonesia. Bahkan perusahaan dan pengerukan dan reklamasi berbentuk badan usaha patungan (joint venture) wajib memiliki minimal satu unit kapal keruk jenis trailing suction hopper dredger (TSHD) yang laik laut dengan ukuran hopper paling sedikit 5.000 m3.
Padahal, regulasi sebelumnya hanya mensyaratkan pengusaha 'menguasai paling sedikit satu unit kapal keruk laik laut berbendera Indonesia' yang berarti pengusaha boleh menyewa kapal keruk alias tidak wajib memiliki.
Bagi perusahaan patungan pun, kewajiban memiliki kapal TSHD tidak disertai dengan syarat ukuran hopper minimal.
Syarat PM 125/2018 lainnya yang memberatkan pelaku usaha adalah memiliki paling sedikit lima orang tenaga ahli WNI yang memiliki kualifikasi pendidikan Ahli Nautika Tingkat I (ANT I), Ahli Teknika Tingkat I (ATT I), Teknik Sipil, Teknik Geodesi, dan Teknik Kelautan.
Ketua Umum IDRA Erick Limin mengatakan usaha pengerukan dan reklamasi bakal lesu hingga akhir tahun ini.
"Ini membuat suatu gejolak yang besar karena banyak teman-teman yang belum bisa penuhi. Jadi, membuat delayed sehingga 2019 ini mungkin akan banyak sekali pekerjaan yang akan ditunda," kata Erick.