Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Awas, Tanda-Tanda Gejolak Harga Beras Kian Mendekat!

Masyarakat diminta untuk mewaspadai gejolak harga pangan lantaran mulai terjadi kenaikan harga gabah di tingkat petani yang diikuti oleh kenaikan harga beras dibandingkan dengan tahun lalu.
Aktivitas pedagang beras lokal di Pasar Sentral Antasari Banjarmasin, Kamis (20/9/2018)./Bisnis-Arief Rahman
Aktivitas pedagang beras lokal di Pasar Sentral Antasari Banjarmasin, Kamis (20/9/2018)./Bisnis-Arief Rahman

Bisnis.com, JAKARTA —Masyarakat diminta untuk mewaspadai gejolak harga pangan lantaran mulai terjadi kenaikan harga gabah di tingkat petani yang diikuti oleh kenaikan harga beras dibandingkan dengan tahun lalu.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani naik 3,04% menjadi Rp 4.759 per kilogram dan di tingkat penggilingan naik 3,04% menjadi Rp 4.856 per kilogram dibandingkan dengan bulan sebelumnya.

Sementara itu, untuk harga gabah kering giling (GKG) di tingkat petani naik 0,60% menjadi Rp 5.309 dan di tingkat penggilingan naik 0,71% menjadi Rp5.423 dibandingkan dengan bulan sebelumnya.

Hal tersebut diikuti oleh kenaikan harga beras di tingkat penggilingan dari seluruh kualitas baik rendah, medium, maupun premium. Tercatat harga beras kualitas rendah naik 1,31% menjadi Rp 9.048, kualitas medium naik 0,14% menjadi Rp9.224, dan kualitas premium naik 0,11% menjadi Rp9.530.

Menurut Sekretaris Jenderal Persatuan Pengusaha Beras dan Padi (Perpadi) Burhanuddin kenaikan tersebut dapat diartikan sebagai sinyal gejolak harga pangan jelang masuknya musim paceklik akibat kemarau berkepanjangan.

“Seharusnya ini sudah diantisipasi dari awal mengingat ini adalah pola tahunan dan sudah diperingatkan dari awal bahwa adanya fenomena El-Nino,” katanya kepada Bisnis.com, Senin (2/9/2019).

Akan tetapi, menurut Burhanuddin stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP) sebanyak 2,37 juta ton masih aman untuk menghadapi musim paceklik. Oleh karena itu, ia yakin bahwa hingga akhir tahun ini pemerintah masih belum mengimpor beras seperti tahun lalu.

“Masih belum butuh impor, stok masih ada, dan sejumlah daerah masih panen,”ujarnya demikian.

Gejolak harga pangan yang mungkin terjadi masih bisa diatasi lewat program stabilisasi harga berupa Operasi Pasar Ketersediaan Pasokan dan Stabilisasi Harga (KPSH) yang saat ini menggelontorkan sekitar 3.000 ton beras dari stok CBP setiap harinya. Selain itu penyerapan harian dengan rerata lebih dari 3.000 ton per harinya juga dinilai masih aman untuk menghadapi musim paceklik.

Sementara itu, secara terpisah Asosiasi Pedagang Induk Beras Cipinang (PIBC) Nelish Soekidi mengatakan, walaupun terjadi kenaikan harga, secara umum harga beras masih bisa dikatakan stabil. Ia tak bisa memastikan apakah akan terjadi gejolak harga akibat kurangnya pasokan sebagai dampak dari kemarau berkepanjangan.

“Sampai saat ini pasokan masih normal, masih sekitar 3.000 ton per hari dari sejumlah sentra produksi di seluruh Indonesia yang belum mengakhiri masa panen,” katanya kepada Bisnis, Senin (2/9).

Terkait dengan hal tersebut, Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Suhanto mengatakan, pemerintah saat ini masih belum berencana melakukan impor beras. Pasalnya, stok CBP hingga saat ini dinilai masih aman untuk memenuhi kebutuhan hingga tahun 2020 mendatang atau musim panen selanjutnya.

“Kita belum bicara impor, pasokan masih cukup, pantauan kami di PIBC untuk serapan harian masih diatas rata-rata normal sampai dengan 3000 ton per hari,” katanya ketika ditemui di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Senin (2/9/2019).

perkembangan harga beras
perkembangan harga beras

REALISASI SERAPAN BULOG

Pada perkembangan lain, Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) memprediksi target serapan beras sebesar 1,8 juta ton kemungkinan tidak akan terealisasi hingga akhir tahun ini.  

Direktur Pengadaan Bulog Bachtiar menyebut target serapan beras tahun ini kemungkinan hanya terealisasi sebesar 1,5 juta ton lantaran kapasitas penyerapan harian masih jauh dari harapan awal sebesar 8.000-10.000 ton. Adapun, sampai dengan 30 Agustus 2019 realisasi penyerapan beras Bulog baru mencapai 959.966 ton.

Diketahui hasil panen gadusecara keseluruhan hasilnya tak lebih baik dibandingkan musim panen sebelumnya. Terdapat penurunan luas lahan yang dipanen sebesar 500.000 Ha akibat gagal panen atau puso.

“Saat ini per hari 3.800 ton, kadang 3.700 ton, untuk Minggu mungkin berkurang karena petani tidak bekerja sepanjang hari, tapi kita harapkan masih bisa ambil 500.000 ton (hingga akhir tahun),” kata Bachtiar..

Walaupun demikian, Bachtiar menilai kondisi tersebut secara umum masih aman lantaran serapan harian yang masuk jumlahnya masih kurang dari yang digelontorkan ke pasar melalui kegiatan Operasi Pasar Ketersediaan Pasokan dan Stabilisasi Harga (KPSH) setiap harinya sebesar 3.000 ton. Selain itu, stok beras yang ada di gudang Bulog di seluruh Indonesia masih sebanyak 2,37 juta ton yang terdiri dari 2,2 juta ton Cadangan Beras Pemerintah (CBP) dan 150.000 beras komersial.

“Masih aman, karena cadangan masih cukup, pokoknya nggak perlu impor, kita harus pertimbangkan hilir juga, jangan sampai nanti turun mutu (karena stok menumpuk),” tegasnya.

Saat ini stok beras yang dimiliki oleh Bulog sebagian besar telah disimpan selama lebih dari 1 tahun. Dikhawatirkan, apabila stok terus menerus bertambah akan berpengaruh pada penurunan mutu beras.

Lebih lanjut, Bachtiar menjelaskan penyerapan beras sebesar 500.000 ton sampai dengan akhir tahun ini bisa terealisasi sepenuhnya. Pasalnya, sejumlah daerah sentra produksi baik di Jawa maupun luar Jawa masih memasuki masa panen.

“Jawa Tengah masih panen (contohnya) di Purowdadi, Grobogan, di Jawa Timur juga masih, Sulawesi Selatan masih bisa ratusan ribu ton (hasil panen),” ungkap Bachtiar.

Sementara itu, Ketua Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian Agung Hendriadi menyebut stok beras yang dimiliki oleh pemerintah masih aman sehingga tidak diperlukan kembali impor seperti tahun lalu.

“Stok 2,37 juta ton itu akan bertahan (sampai akhir tahun) karena ada panen tiap bulan dengan luas panen mencapai 1 juta Ha, kalau panen terus kan tidak akan kekurangan,” kata Agung.

Adapun, sebelumnya Kementan telah menyiapkan sejumlah strategi untuk menghadapi berkurangnya produksi padi akibat musim kemarau berkepanjangan.

Strategi tersebut diantaranya adalah perluasan areal tanam seluas 670.000  Ha dan optimasi pemanfaatan sumber-sumber air seperti embung, irigasi, waduk, serta alat dan mesin pertanian (alsintan) atau pemipaan untuk lahan-lahan yang terdampak kekeringan. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rezha Hadyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper