Bisnis.com, JAKARTA — Perpindahan pemerintahan atau ibu kota negara ke Kalimantan dipastikan mengubah beberapa siklus aktivitas ekonomi yang telah terjadi di Jakarta.
Soelaeman Soemawinata, Ketua Umum Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI), tak menampik adanya perubahan yang akan terjadi beberapa tahun ke depan.
Eman mengatakan bahwa nasib Jakarta dipastikan akan mengalami perubahan koreksi dalam jangka pendek yakni sekitar 5—10 tahun ke depan. Koreksi yang akan terjadi yakni perubahan budaya, ekonomi, sosial, termasuk adanya perubahan tingkat huni rumah di Jakarta.
"Sistem akan berubah dari 5 [tahun] hingga 10 tahun ke depan. Bagi para pengembang yang punya lahan di Jabodetabek, proyeksi bisnis, dan tingkat gain-nya kurang lebih akan berubah, tapi kita bisa dilihat berapa persen ASN [aparatur sipil negara] yang tinggal di perumahan-perumahan itu, kalau, misalnya, ASN ada 50%, nantinya akan kembali ke titik semula," ujarnya kepada Bisnis, Kamis (29/8/2019).
Berdasarkan catatan Bisnis, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Syafruddin menuturkan bahwa jumlah ASN yang akan pindah ke ibu kota baru mencapai 180.000 orang.
Dia menyebutkan bahwa dari jumlah ASN yang ada ini, hanya 70 persen yang akan pindah karena 30 persen lainnya akan memasuki usia pensiun pada 2020—2024.
Baca Juga
Oleh karena itu, Eman mengatakan bahwa dampak dari perpindahan ibu kota bisa menjadi kesempatan bagi para pengembang properti untuk mulai beralih proyek di calon ibu kota baru sembari menunggu dampak aktivitas ekonomi yang terjadi dalam jangka pendek di sektor properti beberapa tahun mendatang.
"Secara properti industri, investor atau pengembang yang menunggu gain dari proyek mereka di Jakarta, juga dapat berpartisipasi dan ikut mengembangkan pembangunan di ibu kota negara," tutur Eman.
Meskipun dalam jangka pendek tertentu akan terjadi koreksi di beberapa aktivitas ekonomi, Eman optimistis dalam jangka panjang pemindahan ibu kota akan memberi dampak yang sangat baik untuk penyelamatan kehidupan sosial bangsa.
Di lain sisi, Jakarta kian prospektif dan menjadi kota dengan jumlah konsumen terbesar pada 2030 berdasarkan pendapatan rumah tangga kelas atas. Secara global posisinya diprediksi berada di urutan ke-22, setelah pada 2013 menduduki posisi ke-119.