Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah akan memberlakukan pajak progresif bagi pemilik tanah atau lahan lebih dari satu untuk menghindari penelantaran lahan atau spekulasi.
Namun, menurut sejumlah pengembang, aturan tersebut memberatkan, terutama bagi mereka yang memiliki lahan di lokasi strategis yang sudah mahal sehingga pajak yang harus dibayar menjadi tinggi.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil mengatakan bahwa aturan soal pajak progresif tersebut tidak dibahas dalam RUU Pertanahan kali ini.
"Untuk wacana itu nanti ditentukan oleh undang-undang [UU] perpajakan, bukan ini. BPN tidak boleh mengatur," katanya, Kamis (22/8/2019).
Terkait dengan aturan tersebut, BPN rencananya hanya mengatur insentif dan disinsentif untuk kepentingan investasi, seperti untuk mendukung rencana pembangunan transit oriented development (TOD).
Salah satu insentif yang bisa diberikan, kata Sofyan, adalah lewat perpajakan. Namun, dia menegaskan bahwa pajak progresif tidak akan diatur dalam UU pertanahan.
Baca Juga
"Jadi, kemarin yang beredar itu seolah-olah akan mengatur pajak progresif. Enggak. Nanti undang-undang perpajakan yang akan mengatur permasalahan tersebut supaya kita lebih mudah mengatur tanah, supaya mencegah orang melakukan spekulasi tanah," katanya.
Sofyan menambahkan bahwa RUU ini bakal diserahkan ke DPR segera pada akhir masa sidang, sekitar akhir September mendatang.
"Jadi, harus dikebut. Sebetulnya sudah tidak ada masalah untuk sinkronisasinya. Begitu ini sinkron kemudian kita rapat," jelasnya.