Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pengatur Jalan Tol Kementerian Pekerjaan Umum & Perumahan Rakyat sedang berkoordinasi dengan Lembaga Lebuhraya Malaysia atau Malaysian Highway Authority terkait dengan komitmen investasi perusahaan jalan tol Malaysia di Indonesia.
Kepala BPJT Danang Parikesit mengatakan bahwa perwakilan BPJT bertandang ke Malaysia pada pekan lalu. Di samping melakukan studi banding terkait dengan penerapan transaksi tol nirsentuh atau multi-lane free flow (MLFF), badan tersebut juga mempertanyakan komitmen investasi Malaysia di Indonesia. Hal ini menyusul kabar kemungkinan Pemerintah Malaysia menarik investasi di luar negeri, termasuk di Indonesia.
"Salah satu yang ingin kami klarifikasi adalah terkait dengan investasi mereka di luar negeri karena market banyak yang bertanya tentang ini," ujarnya, pekan lalu.
Danang menambahkan bahwa hingga saat ini belum ada sikap resmi dari Pemerintah Malaysia. Oleh karena itu, BPJT masih menunggu sikap resmi dari negeri jiran tersebut terkait dengan investasi di Indonesia.
Saat ini ada dua investor asal Malaysia di sektor jalan tol. Mereka adalah UEM Group Berhad yang menggenggam 55 persen saham PT Lintas Marga Sedaya (LMS), operator jalan tol Cikopo—Palimanan. Selain itu, CMS Works International Limited juga berpartisipasi di PT Jasamarga Cengkareng Kunciran dengan porsi saham sebanyak 21 persen.
Ihwal rencana divestasi aset di luar negeri sudah tersiar sejak awal Maret 2019. Sebagaimana dilansir dari Reuters, perusahaan induk investasi Pemerintah Malaysia, Khazanah Nasional mengumumkan pembagian aset sebanyak US$33 miliar menjadi aset komersial dan aset strategis. Sebanyak 70 persen aset komersial bisa dilepas baik dalam jumlah penuh maupun sebagian.
Baca Juga
Perubahan ini terjadi saat Perdana Menteri Mahathir Mohammad berupaya menarik banyak uang untuk menutupi defisit akibat skandal 1Malaysia Development Bhd (1MDB).
BAGIAN STRATEGI
Sebagaima dilansir dari The Edge, Managing Director Khazanah Shahril Ridza Ridzuan mengatakan bahwa divestasi merupakan bagian dari strategi perseroan mengembangkan bisnis yang telah diinvestasikan. Lewat divestasi, Khazanah juga mendapat dana segar yang digunakan untuk modal investasi berikutnya.
Rencana Khazanah selaku induk juga merembet ke grup yang dibawahkan, antara lain UEM Group.
Kepada The Edge, UEM mengatakan bahwa grup selalu mencari peluang investasi dan divestasi jika harganya cocok.
Akhir Juni 2019, kabar divestasi UEM di Indonesia juga berhembus, seperti yang ditulis harian Bisnis Indonesia dengan judul Cipali & Jejak Malaysia di Jalan Tol (25 Juni 2019).
Dalam catatan Bisnis, kiprah UEM di sektor jalan Indonesia dimulai pada 2007 saat menandatangani perjanjian awal konsesi jalan tol Cikampek—Palimanan. Pengusahaan ruas yang kini bernama Cikopo—Palimanan itu ditandatangani pada Oktober 2011. Selang 4 tahun kemudian, jalan tol sepanjang 116 kilometer itu mulai beroperasi.
Di lain pihak, Astra Infra menghormati apapun keputusan UEM Group terhadap portofolio mereka di Indonesia.
CEO Toll Road Business Group Astra Infra, Krist Ade Sudiyono enggan berkomentar lebih banyak dan menunggu keputusan UEM.
Astra Infra adalah mitra UEM di LMS dengan kepemilikan saham 45 persen. Astra Infra mengakuisisi 45 persen saham tersebut dari Saratoga Investama Sedaya dan Surya Semesta Internusa pada 2017.
Posisi sebagai pemegang saham di LMS membuat Astra Infra punya peluang lebih besar jika UEM benar-benar melepas sahamnya di LMS.
Bila UEM melego sahamnya di LMS, ini bukanlah kali pertama. UEM lewat Plus Expressway pada 2010 juga melepas kepemilikan sahamnya di PT Cimanggis Cibitung Tollways kepada PT Bakrie and Brothers Tbk. (BNBR). Kendati belum terang benar, bila UEM hengkang, tak ada lagi investor Malaysia yang mempunyai saham mayoritas di jalan tol Indonesia. Kiprah Malaysia, berakhir!