Bisnis.com, JAKARTA - Menanggapi penurunan permintaan tepung terigu, Direktur Makanan Kementerian Perindustrian Enny Ratnaningtyas mengatakan permintaan terigu dunia memang menurun.
Enny mengutip data TradeMap yang menunjukkan bahwa permintaan terigu dunia turun 7,97% dari 13,8 juta ton pada 2017 menjadi 12,7 juta ton pada akhir tahun lalu.
Selain itu, lanjutnya, penurunan permintaan tepung terigu dari Filipina disebabkan oleh meningkatnya produksi tepung terigu di sana. Seperti diketahui, Filipina berkontribusi sebesar 32,23% dari total ekspor tepung terigu nasional atau 29.488 metrik ton.
Pada akhir tahun lalu volume ekspor tepung terigu ke Filipina merosot 57,59% secara tahunan menjadi 12.505 metrik ton. Adapun, pada kuartal I/2019 ekspor terigu ke Filipina anjlok 90,7% dibandingkan dengan kuartal I/2018 menjadi 384 metrik ton.
Enny mengutarakan untuk menjaga lapangan usaha industri tepung terigu pihaknya telah mengusulkan menaikkan tarif bea masuk produk hilir dari tepung terigu seperti biskuit. Menurutnya, usulan tersebut membuat bea masuk biskuit naik menjadi 20% pada 2017.
"Sehingga dapat menambah biskuit impor dan secara langsung akan meningkatkan produksi biskuit dalam negeri sekaligus meningkatkan pemakaian tepung terigu lokal sebagai bahan bakunya," ujarnya kepada Bisnis, Selasa (21/5/2019).
Enny menambahkan cara lain yang telah pihaknya lakukan adalah penerapan SNI Tepung Terigu sebagai bahan makanan secara wajib. Adapun, SNI tersebut mewajibkan tepung terigu untuk melalui fortifikasi zat besi, asam folat, vitamin B1, B2, dan seng.
Menurutnya, kedua hal tersebut terbukti menghambat arus impor tepung terigu dan menumbuhkan industri nasional. Enny mencatat jumlah pabrik tepung terigu menjadi 28 unit pada pada akhir tahun lalu dari 11 unit pada 2009.