Bisnis.com, JAKARTA-Kementerian Keuangan akan membuat aturan baru mengenai izin pertambangan untuk investor sehingga dapat memberikan kepastian hukum dalam menjalankan bisnisnya di Indonesia.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengakui selama ini telah terjadi Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang tumpang-tindih antara pihak swasta dengan Pemerintah Daerah setempat, sehingga aturan tersebut harus segera diperbaharui.
Jika tidak, dia mengaku khawatir Indonesia akan kembali digugat seperti yang telah dilakukan Indian Metal Ferro & Alloys Limited (IMFA) dengan nilai gugatan mencapai US$469 juta atau Rp6,68 triliun di Pengadilan Arbitrase di Den Haag Belanda pada Agustus 2018.
"Seharusnya IMFA itu kan melakukan due diligence dulu, tetapi ini tidak dilakukan, sehingga jika ada masalah seperti ini langsung dibawa ke gugatan arbitrase. Makanya kami akan coba perbaiki lagi aturannya agar tidak terjadi tumpang tindih seperti yang terjadi selama ini," tuturnya di Kejaksaan Agung, Senin (1/4).
Dia juga menjelaskan gugatan yang telah diajukan oleh IMFA terhadap Pemerintah Indonesia sejak 24 Juli 2015 tersebut karena ada tumpang-tindih IUP antara IMFA dengan PT Sri dengan 7 perusahaan lainnya, sehingga mengakibatkan ketidakjelasan batas wilayah antar perusahaan itu.
Menurut Sri, IMFA menuding Indonesia melanggar BIT India-Indonesia dan merasa dirugikan hingga US$469 juta. PT Sri sendiri telah berbadan hukum Indonesia, namun yang memegang saham PT Sri adalah Indmet Mining Pte Ltd (Indmet) Singapura sedangkan saham dari Indmet Ltd itu dimiliki oleh IMFA.
"Jadi permasalahan batas wilayah itu merupakan masalah yang telah terjadi sebelum IMFA masuk sebagai investor di Indonesia. Kalau IMFA telah melakukan due diligence dengan benar, masalah itu pasti sudah diketahui IMFA. Jadi mereka tidak bisa menyalahkan Indonesia atas kelalaiannya sendiri," katanya.
Sementara itu, Jaksa Agung H.M Prasetyo menilai bahwa penanganan perkara arbitrase itu dilakukan oleh Tim Terpadu yang dibentuk sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 17 Tahun 2016 tentang Tim Penanganan Gugatan Arbitrase IMFA dengan Jaksa Agung sebagai leading sector kasus itu.
Dia menjelaskan terkait gugatan tersebut, Majelis Arbiter dalam putusannya menerima bantahan dari Pemerintah RI mengenai temporal objection yang pada pokoknya menyatakan bahwa permasalahan tumpang tindih maupun masalah batas wilayah itu merupakan masalah yang terjadi sebelum IMFA masuk sebagai investor di Indonesia.
"Jadi dengan demikian, Pemerintah RI telah dapat menyelamatkan keuangan negara sebesar US$469 juta atau Rp6,68 triliun. Selain itu, IMFA dihukum untuk membayar biaya yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah RI sebesar US$2,975,017 dan GbP 361,427.23," katanya.