Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekonomi Global Tahun Ini Kemungkinan Terus Melemah

Ekonomi global diperkirakan akan terus melemah menyusul realisasi ekonomi di beberapa belahan dunia serta laporan Organisasi untuk Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) yang memangkas proyeksi pertumbuhan tahun ini.
Logo OECD
Logo OECD

Bisnis.com, JAKARTA - Ekonomi global diperkirakan akan terus melemah menyusul realisasi ekonomi di beberapa belahan dunia serta laporan Organisasi untuk Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) yang memangkas proyeksi pertumbuhan tahun ini.

Jumat (8/3) lalu, tiga laporan kinerja pasar secara berturut-turut menunjukkan kelanjutan pelemahan mulai dari menurunnya tingkat penerimaan kerja di Amerika Serikat, pelemahan ekspor China serta lesunya permintaan produksi di Jerman yang tidak diduga.

Di tengah ekspektasi ekonomi yang terus menurun sejak 2013, OECD memangkas prospek pertumbuhan ekonomi dunia untuk 2019 dengan kekhawatiran yang meningkat akibat perlambatan beberapa waktu belakangan ini akan berlangsung lebih lama.

Meski demikian, organisasi yang berbasis di Perancis ini meyakini risiko resesi masih jauh dari pandangan.

Pelemahan ekonomi juga menjadi beban bagi AS dan China untuk segera menyelesaikan sengketa dagang mereka yang telah memberikan sentimen negatif pada pasar.

Di sisi lain bank sentral juga perlu menjaga kebijakan moneter mereka pada level yang lebih longgar dari yang mereka rencanakan untuk tahun ini.

Gubernur The Fed Jerome Powell mengatakan pada Jumat (8/3), bahwa bank sentral akan tetap bersabar dalam mengeluarkan kebijakan moneter berikutnya setelah sebelumnya memutuskan untuk menahan kenaikan suku bunga acuan.

Upaya sedemikian rupa diharapkan masih cukup untuk mendorong ekonomi serta memberikan sentimen optimistis sambil menunggu angka laporan penjualan ritel AS hingga statistik industri di China dan Zona Euro yang akan dirilis pekan ini.

“Tren ekonomi global sudah pasti memengaruhi pasar. Hal tersebut cukup mengubah pandangan kebijakan," ujar Kepala Ekonom Investec London, Philip Shaw, seperti dikutip melalui Bloomberg, Minggu (10/3).

Pekan lalu, Amerika Serikat melaporkan bahwa jumlah pekerja baru hanya tumbuh sebesar 20.000 pada Februari, jauh di bawah perkiraan median survei ekonom Bloomberg yakni sebesar 180.000.

Deutsche Bank sebelumnya juga sudah memperingatkan bahwa ekonomi AS berpotensi tumbuh kurang dari 1% pada kuartal pertama tahun ini ditambah lagi dengan kelemahan pasar tenaga kerja akan membebani pertumbuhan belanja konsumen.

Hari ini, Senin (11/3), Washington akan merilis data penjualan ritel untuk Januari, setelah mengalami penurunan terburuk sepanjang sembilan tahun terakhir pada Desember 2018.

Di kawasan lain, ekspor dari China dilaporkan anjlok hampir mencapai 21% pada Februari atau penurunan terbesar yang pernah dialami Beijing dalam tiga tahun terakhir.

Sementara itu pesanan pada pabrik Jerman secara tidak diduga turun 2,6% pada Januari, yang merupakan penurunan terdalam sejak Juni tahun lalu.

Bukan hanya ketiga negara ini yang menderita, kekhawatiran yang meningkat pada blok ekonomi di China, Jepang dan Zona Euro dilaporkan berdampak pada kontraksi indeks manajer pembelian manufaktur (PMI).

Namun, faktor ekonomi lainnya masih mampu mencatatkan pertumbuhan untuk meredakan keterpurukan pasar.

Pertumbuhan tingkat pendapatan di Amerika Serikat mencatatkan ekspansi tercepat  pada Februari. JPMorgan Chase & Co. memperkirakan gaji di negara-negara kaya akan mulai naik lebih dari 3% tahun ini.

Kondisi keuangan juga berubah menjadi lebih longgar setelah pengetatan hingga akhir tahun lalu dengan MSCI World Index saham naik hampir 9% pada 2019.

“Ada kemungkinan bahwa jika kita berhasil melewati masa ini, pertumbuhan akan meningkat pada paruh kedua tahun ini. Ada dukungan [dari faktor ekonomi lain] untuk mencegah pasar menjadi terlalu lemah," kata David Hensley, Direktur Ekonomi Global di JPMorgan, New York.

Semua ini bergantung dengan apakah Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping dapat segera mengakhiri perang dagang untuk menghapus ketidakpastian bisnis dan investasi.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Nirmala Aninda
Editor : Fajar Sidik
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper