Bisnis.com, JAKARTA -- Perekonomian Indonesia bakal menghadapi sejumlah tantangan pada tahun ini. Gejolak ekonomi global bisa menjadi penghadang kinerja ekspor maupun investasi Indonesia.
Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi bisa tumbuh 5,3% pada tahun ini. Angka itu lebih tinggi ketimbang realisasi 2018 yang sebesar 5,17%, tetapi target itu bisa terancam oleh gejolak ekonomi global saat ini.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, risiko penurunan yang besar bisa terjadi seiring dengan gejolak dan ketidakpastian ekonomi global.
"Ya, ini karena faktor eksternal seperti, hubungan Amerika Serikat (AS) dengan China, serta ekspor Indonesia yang harus dijaga. Investasi Indonesia juga belum tembus 7%," ujarnya dalam acara Entrepreneurship Forum Kadin Indonesia pada Rabu (27/2).
Sri Mulyani pun menyoroti kinerja investasi yang tumbuh hanya 6,6%. Saat ini, pemerintah masih melihat perkembangan global dengan suku bunga tinggi dan tantangan yang lebih tinggi.
Meskipun begitu, dia menilai kondisi ekonomi domestik masih baik. Hal ini ditunjukkan oleh konsumsi yang masih cukup kuat.
Baca Juga
"Jadi, kami lihat masih seimbang," ujarnya.
Di sisi lain, ancaman risiko penurunan dari global dinilai bisa membuat ekonomi indonesia stagnan sampai mengalami perlambatan.
Ekonom Samuel Sekuritas Lana Soelistianinigsih memperkirakan, pertumbuhan ekonomi akan stagnan pada kisaran 5,17% sampai 5,2% dengan adanya risiko tersebut.
"Pada kuartal pertama tahun ini juga bisa agak ke bawah karena sulit menembus 5,2%," ujarnya.
Dari komponen penunjang pertumbuhan ekonomi, investasi dan ekspor bakal memiliki tantangan yang besar.
Lana mengatakan, suku bunga global yang masih tinggi menjadi tantangan utamanya. Target pertumbuhan investasi 7% masih realistis, tetapi investasi juga berasal dari domestik.
Pemilu bisa membuat investor wait and see sampai administrasi pemerintah baru terbentuk karena kerja efektif pemerinitah praktisnya hanya akan berjalan sampai Maret.
Ekonom Indef Bhima Yudhistira mengungkapkan, ancaman perang dagang bisa menjadi penghambat kinerja ekspor. Perlambatan ekonomi global di Jepang, Eropa, dan Amerika Serikat akan menjadi risiko penurunan yang diperhatikan.
Hal itu bisa membuat harga komoditas perkebunan dan batu bara justru membebani ekspor. Padahal, komoditas diharapkan bisa menjadi motor pertumbuhan.