Bisnis.com, JAKARTA – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencatat rasio cadangan pengganti migas Indonesia pada 2018 mencapai 800 juta barel oil (mmbo).
Deputi Perencanaan SKK Migas Jaffee Suardin mengatakan perbandingan antara cadangan minyak dan gas bumi (migas) yang ditemukan dengan yang diproduksi (Reserve Replecement Ratio/RRR) di Indonesia selama tahun 2018 mencapai lebih dari 100 persen, atau melebihi yang ditargetkan pemerintah.
"Dalam beberapa tahun terakhir, 'reserve replacement ratio' kita masih sekitar 50-60 persen, tetapi untuk pertama kalinya pada 2018, bangsa ini memiliki cadangan sebesar 104 persen. Nilainya sekitar 800 juta barel yang kita temukan tahun lalu," kata Jaffee pada seremoni alih kelola Blok Jambi Merang di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatra Selatan, Sabtu (9/2/2019).
Jaffee menjelaskan pada tahun 2019, SKK Migas berupaya meningkatkan penemuan cadangan migas yang berdampak pada kenaikan lifting atau produksi untuk ketahanan dan kedalulatan energi nasional.
Menurut dia, saat ini investasi hulu migas sudah dinilai menarik bagi para investor sejak diterapkannya skema "gross split" (bagi hasil) menggantikan skema "cost recovery". Setidaknya sudah ada 30 wilayah kerja (WK) yang kini menggunakan skema gross split.
Namun demikian, tantangan yang dihadapi untuk hulu migas adalah teknologi baru eksplorasi dan mempercepat proses bisnis agar lapangan migas bisa langsung berproduksi.
"Sebenarnya minyak kita belum habis, yang kehabisan teknologi mana yang bisa mengeluarkan minyak dari dalam tanah. Kuncinya ke depan adalah teknologi dan mempercepat proses bisnis supaya begitu ditemukan, langsung produksi," kata Jaffee.
SKK Migas menargetkan investasi hulu migas tahun 2019 sebesar 14,79 miliar dolar AS dengan target pengembalian biaya operasi (cost recovery) dipatok sebesar 10,22 miliar dolar AS.
Realisasi investasi pada tahun 2018 sebesar 12 miliar dolar AS dari target dalam WP&B yang disepakati sebesar 14,2 miliar dolar AS atau baru mencapai 84 persen.