Bisnis.com, JAKARTA – Aktivitas manufaktur China mampu menunjukkan sedikit perbaikan pada bulan pertama tahun 2019, meskipun masih tampak suram di tengah ketidakpastian soal kesepakatan perdagangan dengan Amerika Serikat (AS).
Dilansir dari Bloomberg, indeks manajer pembelian (Purchasing Managers’ Index/PMI) sektor manufaktur naik tipis menjadi 49,5 pada Januari dari 49,4 pada Desember 2018 atau tetap di bawah level 50 yang menunjukkan kontraksi.
Indeks pesanan baru untuk ekspor sedikit naik menjadi 46,9 dari 4,6 pada bulan sebelumnya, mengindikasikan permintaan eksternal yang tetap bertahan di tengah perang dagang.
Sementara itu, PMI non-manufaktur, yang mencerminkan aktivitas di sektor konstruksi dan jasa, naik menjadi 54,7 dari 53,8 pada Desember.
“PMI pada Januari terkerek oleh produksi front loading sebelum Festival Musim Semi dan penerbitan obligasi daerah dan obligasi korporasi yang relatif besar. Keduanya membantu menjaga permintaan,” jelas Nie Wen, seorang ekonom di Huabao Trust, Shanghai.
“[Namun] rebound itu akan berlangsung singkat dan PMI manufaktur kemungkinan akan tetap berkontraksi hingga kuartal ketiga,” lanjutnya.
Data ekonomi tersebut dapat mengalami distorsi karena liburan Festival Musim Semi, yang dimulai pada 5 Februari tahun ini, 11 hari lebih awal dibandingkan dengan tahun lalu.
“Saat pelonggaran kebijakan dalam negeri membawa lebih banyak hasil, terutama karena investasi infrastruktur meningkat pada musim semi, kami memperkirakan momentum pertumbuhan akan rebound secara berurutan pada kuartal kedua,” Wang Tao, kepala Riset Ekonomi Tiongkok di UBS AG, Hong Kong, dalam risetnya baru-baru ini.
Sejumlah pejabat tinggi pemerintahan China dan AS tengah bertemu di Washington untuk menyelesaikan konflik perdagangan antara kedua negara.
Masa penghentian tarif yang saat ini sedang berjalan akan berakhir pada awal Maret. Ketidakpastian tentang kebijakan perdagangan setelah periode itu berakhir mungkin juga akan membebani permintaan ekspor.
Manufaktur-manufaktur berskala lebih kecil masih harus terus berjuang, meskipun pemerintah dan bank sentral Negeri Tirai Bambu telah mengumumkan serangkaian langkah-langkah untuk membantu mereka mendapatkan akses modal.