Bisnis.com, JAKARTA – Produk yang dihasilkan Caterpillar Inc. dan Nvidia Corp. memiliki sedikit kesamaan. Namun laporan yang disampaikan perusahaan tersebut pada Senin (28/1/2019) mengindikasikan hal yang sama, yakni perlambatan permintaan di China.
Sejak Apple Inc. mengguncang investor pada awal Januari tahun ini dengan proyeksi penurunan pendapatannya, gambaran mulai bermunculan soal di mana lagi perlambatan ekonomi China akan menancapkan imbasnya.
Nvidia dan Caterpillar adalah contoh terbaru dari bukti dampak perlambatan China. Selain kedua perusahaan itu, banyak bisnis di Amerika Serikat (AS) maupun Eropa yang ikut terseret. Berikut adalah rangkumannya seperti diberitakan Bloomberg.
Industri
Caterpillar menyampaikan prospek yang suram pada Senin ketika raksasa alat berat ini membukukan shortfall laba kuartalan terbesar dalam satu dekade, dan memberikan proyeksi 2019 yang mengikuti sebagian perkiraan Wall Street. Penjualan excavator perusahaan yang berbasis di Illinois ini dikatakan akan flat secara y-o-y di China.
“Laba Caterpillar pada kuartal IV meleset dari ekspektasi, pertama kalinya terjadi dalam hampir dua tahun, dengan kelemahan segmen konstruksi sebagian karena penurunan tak terduga di China memberi perkembangan yang mengkhawatirkan,” ujar Karen Ubelhart dan Christina Constantino, analis Bloomberg Intelligence.
Baca Juga
Saham rivalnya asal Jepang Komatsu Ltd. dan Hitachi Construction Machinery Co. pun terseret dengan masing-masing turun lebih dari 4% di Tokyo. Di China, saham Sany Heavy Industry Co dan pembuat alat berat lainnya juga turun.
CEO Stanley Black & Decker Jim Loree secara terbuka menyatakan bahwa perusahaan tengah menghadapi perlambatan pertumbuhan ekonomi di China, bersama dengan lainnya. Pekan sebelumnya, produsen cat PPG berbicara soal “aktivitas industri yang lamban di China” adalah satu di antara tekanan yang akan dialami perusahaan pada paruh pertama 2019.
Teknologi
Intel, yang prosesornya merupakan komponen utama sebagian besar komputer dan server pribadi di seluruh dunia, menyebutkan perlambatan di China adalah satu di antara alasan proyeksi tahunan perusahaan yang lebih rendah dari perkiraan pekan lalu.
Nvidia, produsen chip kartu grafis komputer terbesar, menggemakan komentar itu pada Senin, dengan mengatakan bahwa “memburuknya kondisi ekonomi makro, khususnya di China, memengaruhi permintaan konsumen” untuk produk-produknya.
Di Jepang, saham produsen peralatan chip Tokyo Electron Ltd. turun 2,9%, sedangkan saham Advantest Corp turun 6%. Sementara itu, saham Samsung Electronics Co turun 1,1% di Seoul dan Taiwan Semiconductor Manufacturing Co turun 2%.
Mobil
Penjualan mobil di China menurun tahun lalu, untuk pertama kalinya dalam lebih dari 20 tahun.
“China tentu saja berada di bawah ancaman,” kata CEO Volkswagen AG, Herbert Diess dalam wawancara dengan Bloomberg TV di Davos, Swiss, pekan lalu. "Tahun ini akan sangat menantang."
Ford Motor Co. membukukan kerugian sebesar US$534 juta di China pada kuartal keempat tahun lalu. Penjualan grosir oleh perusahaan patungannya di China, yang menjadi ukuran banyaknya kendaraan yang dikirimkan ke dealer, jatuh 57% selama periode tersebut.
Pada akhir tahun lalu, hanya sekitar sepertiga dari dealer Ford yang membukukan laba, menurut Jim Farley, presiden pasar global Ford.
Pemasok suku cadang AS Lear Corp. menyampaikan lebih banyak gambaran mengenai China. Pada Jumat (25/1), Lear, yang pelanggan terbesarnya adalah Ford, mengatakan pihaknya memperkirakan pesanan untuk suku cadang seperti sistem tempat duduk turun lebih dari 10% tahun ini.
“Mereka mengonfirmasikan kelesuan otomotif di China. Lear menyampaikan pandangan yang baik di seluruh industri terkait ekspektasi pada 2019,” kata Douglas Rothacker, seorang analis untuk Bloomberg Intelligence.
Continental AG, pembuat suku cadang mobil terbesar kedua di Eropa, awal bulan ini memperingatkan bahwa produksi mobil China kemungkinan akan mandek tahun ini.
Titik Terang: Ritel
Di sisi lain, kinerja perusahaan barang-barang mewah dan konsumen masih terjaga sejauh ini. Tiffany & Co. menikmati pertumbuhan yang kuat di China dalam dua bulan terakhir tahun lalu.
"Periode liburan sebenarnya sangat positif. China adalah area fokus yang besar," kata CEO Tiffany Alessandro Bogliolo dalam sebuah wawancara pada 18 Januari.
Dia mengatakan peningkatan dalam belanja pemasaran di negara tersebut sekitar setahun yang lalu telah mulai terbayarkan. "Kami telah melihat akselerasi di daratan China.”
Starbucks Corp. bahkan membuka toko baru setiap 15 jam di Negeri Tirai Bambu. Sementara itu, pejabat eksekutif Procter & Gamble Co. pekan lalu mengatakan belum melihat tanda-tanda perlambatan di negara ini, meskipun "hal-hal di China dapat berubah dengan cepat”.