Bisnis.com, JAKARTA – Aktivitas manufaktur di sejumlah negara Asia berorientasi ekspor merosot pada bulan Desember, tertekan oleh perang dagang AS-China dan memudarnya lonjakan sektor teknologi. Di tengah tekanan tersebut, indeks manufaktur Indonesia justru meningkat.
Seperti dilansir oleh Bloomberg, Indeks Manajer Pembelian (Purchasing Managers’ Index/PMI), PMI Indonesia mencatat kenaikan ke posisi tertinggi dalam empat bulan terakhir pada Desember ke level 51,2 dari 50,4 di bulan sebelumnya.
Sebaliknya, PMI China dari Caixin Media dan IHS Markit turun menjadi 49,7 dari 50,2, level terendah terendah sejak Mei 2017.
Angka ini mengonfirmasi tren yang pada angka PMI resmi yang dirilis Senin, yang menunjukkan penurunan ke 49,4 pada Desember, terlemah sejak awal 2016. Adapun angka di bawah 50 menandakan kontraksi.
Bursa saham Asia jatuh, dengan penurunan paling tajam terjadi di Hong Kong dan China, sementara bursa saham di Australia dan Korea Selatan juga melemah.
Indek Hang Seng terpantau melemah 2,38%, sedangkan indeks Shanghai Composite melemah 1,02%. Adapun indeks Kospi melemah 0,62%.
PMI Nikkei dan IHS Markit Taiwan juga turun menjadi 47,7 pada Desember dari 48,4 pada November, angka ini juga turun dari level 56,6 pada bulan yang sama tahun sebelumnya.
Penurunan ini sebagian disebabkan oleh penurunan permintaan mesin dan barang-barang elektronik, serta peralatan informasi dan komunikasi, di tengah melambatnya pesanan untuk smartphone baru dan bergejolaknya perang dagang.
Begitu pula PMI Malaysia turun menjadi 46,8 dari 48,2. Angka pesanan baru berada pada posisi terlemah sejak Mei. PMI Korea Selatan tetap berada di wilayah kontraksi untuk bulan kedua berturut-turut, dengan ekspor jatuh pada bulan Desember.
Data PMI tersebut menunjukkan bagaimana perang dagang yang sedang berlangsung antara AS dan China mengganggu permintaan di berbagai pusat manufaktur Asia.
Meskipun Presiden AS Donald Trump telah mengisyaratkan bahwa perundingan dengan China mencapai kemajuan, para ekonom tetap khawatir bahwa perundingan bisa mandek menjelang tenggat waktu 1 Maret.
Xia Le, kepala ekonom Asia di Banco Bilbao Vizcaya Argentaria SA mengatakan data yang memburuk dapat mendorong Trump dan Xi untuk mencapai kesepakatan perdagangan.
"Di China, mereka menghadapi perlambatan dan menurut data terakhir perlambatan ini lebih buruk dari yang diperkirakan," ungkapnya, seperti dikutip Bloomberg.