Bisnis.com, JAKARTA - PT PLN (Persero) masih akan mengkaji kelanjutan proyek pembangkit listrik tenaga uap mulut tambang (PLTU MT) Riau-1.
Proyek tersebut dihentikan sementara menyusul munculnya kasus dugaan suap yang melibatkan anggota Komisi VII DPR RI, Eni Maulani Saranggih dan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited Johannes B. Kotjo.
"Kasus itu terjadi di konsorsium, sama sekali bukan urusan kami. Tapi kalau ada permasalahan hukum harus dihentikan sementara dan dikaji kembali bagaimana melanjutkannya," ujar Direktur Utama PLN Sofyan Basir di Jakarta, Senin (16/7/2018).
Dia menuturkan keputusan kelanjutan kerja sama dengan Blackgold Natural Resources Limited dalam pengembangan proyek ini berada di tangan anak usahanya, PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB).
Pengembangan proyek PLTU Riau-1 ini melalui penunjukan langsung kepada anak usaha PLN, PJB. Di mana PJB diberikan kewenangan untuk mencari mitra dalam pengerjaannya dengan kepemilikan mayoritas berada di tangan PJB sebesar 51% dan 49% sisanya dimiliki konsorsium PT Samantaka Batubara (anak usaha Blackgold) dan China Huadian Engineering Co., Ltd.
Sofyan berujar penunjukan mitra oleh PJB haruslah melalui sejumlah proses pemenuhan persyaratan yang cukup panjang. Sehingga PJB tidak bisa langsung menunjuk mitra baru.
"PJB yang bisa dan pasti ada proses nggak bisa nunjuk-nunjuk aja. Ada persyaratan khusus dan panjang," katanya.
Adapun penunjukan konsorsium Samantaka dan China Huadian sebagai mitra, kata Sofyan, dilakukan sejak Mei 2017. Kemudian pada Januari 2018, konsorsium menandatangani Letter of intent dengan PJB untuk mendapatkan kontrak perjanjian jual beli PLTU Riau-1.
Terkait dugaan kasus suap, Sofyan membantah PLN terlibat di dalamnya.
"Ini ada permasalahan konsorsium, kami nggak bisa mendalami ke sana. Kami hanya sebatas kami dan anak perusahaan kami."
Proyek ini akan dihentikan sementara sampai kedudukan persoalan hukum diputuskan.