Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Calo Anggaran Masih Berkeliaran

Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap anggota DPR Amin Santono dan Yaya Purnomo seorang Kepala Seksi di Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan terkait kasus dugaan suap usulan Dana Perimbangan Keuangan Daerah dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Perubahan 2018.
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan barang bukti sitaan saat konferensi pers terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap anggota DPR Komisi XI Fraksi Demokrat Amin Santono dapil Jawa Barat X bersama delapan orang lainnya di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (5/5/2018)./Antara-Indrianto Eko Suwarso
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan barang bukti sitaan saat konferensi pers terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap anggota DPR Komisi XI Fraksi Demokrat Amin Santono dapil Jawa Barat X bersama delapan orang lainnya di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (5/5/2018)./Antara-Indrianto Eko Suwarso

 

Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap anggota DPR Amin Santono dan Yaya Purnomo seorang Kepala Seksi di Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan terkait kasus dugaan suap usulan Dana Perimbangan Keuangan Daerah dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Perubahan 2018.

Penangkapan dua orang yang kemudian telah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus rasuah ini mengindikasikan bahwa praktik calo anggaran masih terus terjadi dalam setiap pembahasan anggaran. Sebelum kasus ini terungkap, KPK juga telah beberapa kali mengungkap kasus dengan modus yang sama di antaranya suap terkait proyek jalan di Maluku yang melibatkan sejumlah anggota DPR di Komisi V atau kasus suap pembangunan jalan di Sumbar di mana menyeret anggota Komisi III DPR asal Bali I Putu Sudiartana.

Merespons tindakan tak terpuji itu, Kementerian Keuangan melalui keterangan tertulisnya mengungkapkan bahwa Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah menginstruksikan kepada seluruh jajarannya untuk meneliti kembali seluruh proses penyusunan dan pembahasan anggaran. Instruksi itu dilakukan untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya potensi korupsi dan penyalahgunaan wewenang di seluruh lapisan masyarakat.

"Operasi tangkap tangan [OTT] [sesuai pernyataan KPK] terkait dengan janji pemberian proyek perumahan dan pemukiman pada APBNP 2018. [Padahal] hingga saat ini Kemenkeu belum merencanakan untuk menyusun APBNP 2018," kata Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu Nufransa Wirasakti, Minggu (6/5/2018).

Otoritas fiskal berharap, langkah penegakan hukum dari lembaga antirasuah ini akan membantu mereka dalam membersihkan Kemenkeu dari oknum-oknum koruptif. Menteri Keuangan juga telah berkomitmen untuk mengawal proses baik APBN maupun APBNP secara transparan dan bebas korupsi.

Adapun pada Jumat (4/5/2018), penyidik KPK menangkap sembilan orang yang terdiri dari oknum anggota DPR, pegawai Kementerian Keuangan, dan kalangan swasta. Berdasarkan catatan Bisnis, suap terkait pembahasan anggaran juga menyeret sejumlah anggota dewan dan para kepala daerah, paling anyar barangkali penahanan terhadap sejumlah anggota DPRD Sumatra Utara, Malang, serta Gubernur Jambi Zumi Zola.

Terkait kasus ini, DPR dikabarkan tengah berupaya menegakkan etik anggota dewan dengan menerapkan aturan pembatasan interaksi antara anggota dewan dengan para pihak yang punya kepentingan proyek-proyek dalam APBN.

Namun apabila dewan membutuhkan interaksi, pertemuan tetap diperbolehkan asalkan agendanya digelar secara terbuka oleh komisi-komisi yang berkaitan atau malalui cara mencegah pertemuan tertutup dengan pihak yang berkepentingan langsung dengan APBN.

Tahun Politik

Di sisi lain, pemerintah diminta untuk mewaspadai anggaran-anggaran siluman dalam setiap pembahasan anggaran, jika pemerintah berencana mengagendakan pembahasan APBNP 2018 atau membahas 2019, di tengah musim politik seperti saat ini. Ongkos demokrasi yang mahal, memungkinkan oknum baik dari kalangan DPR, birokrat, dan swasta untuk menyelipkan agenda 'siluman' dalam pembahasan anggaran.

"Kasus semacam ini terjadi setiap tahun, apalagi ini tahun politik banyak yang butuh logistik pemilihan umum. Politik transaksional itu sudah menjadi masalah struktural," ujar Ekonom INDEF Bhima Yushistira.

Menurutnya, ada dua langkah yang bisa dilakukan untuk menghindari transaksi penyelewengan anggaran. Pertama, harga acuan proyek di dalam APBN harus didasarkan ada unit cost atau biaya yang sudah distandarisasi, sehingga tak terjadi markup.

"Jika sudah dikunci dalam standarisasi biaya ruang negoisasi atau penggelembungan anggaran semakin kecil," imbuhnya.

Kedua, mengenai transparansi anggaran dengan mekanisme e-budgeting yang bisa diakses publik hingga rinciannya. Pasalnya, saat ini menurut Bhima penggunaan e-budgeting masih sangat terbatas di kementerian dan lembaga. "Kalau transparan maka publik bisa membandingkan kewajaran biaya pengadaan proyek setiap tahunnya," jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Edi Suwiknyo
Editor : Achmad Aris

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper