Bisnis.com, JAKARTA — Rencana pembangunan kota mandiri dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 tampaknya masih jauh dari harapan karena pemerintah belum memiliki pengalaman dalam membangun kota mandiri baru kecuali seperti yang terjadi pada Kebayoran Baru.
Ketua HUD Institute Zulfi Syarif Koto mengatakan bahkan pengembangan Kebayoran Baru semenjak 1950 pun perencanaannya dilakukan oleh Belanda. Kawasan Jonggol yang juga akan dikembangkan pada masa Presiden Soeharto juga batal dilakukan.
“Entah itu karena komitmen politik kurang, pendanaan yang kurang atau bagaimana,” ujarnya kepada Bisnis, Minggu (18/3/2018).
Zulfi menekankan saat ini yang memiliki pengalaman membangun kawasan memang hanya swasta, meski belum bisa dikatakan kota mandiri baru. Sejauh ini, pihak swasta dinilai hanya berhasil mengembangkan pemukiman skala besar yang ditata dan izin lokasinya dipegang oleh perusahaan.
Pembangunan selanjutnya bisa dilakukan oleh perusahaan terkait atau pihak-pihak yang membeli lahan dari mereka.
Dia melanjutkan pemerintah juga tak bisa menyalahkan swasta jika mengejar keuntungan setelah berinvestasi atas pembangunan infrastruktur yang dilakukan. Oleh karena itu, Zulfi mengapresiasi langkah Presiden Joko Widodo yang memasukkan kota mandiri baru publik dalam RPJMN.
Sayangnya, rencana itu juga tidak seindah yang digambarkan. Pasalnya, dalam pengembangan di Maja pun lahan dikuasai oleh swasta.
Adapun tanah yang dimiliki pemerintah melalui Perumnas hanya sekitar 200 hektare-400 hektare dari total luas Maja yang mencapai 6.000 hektare, karena pemerintah tak memiliki konsep bank tanah.
HUD Institute menilai rencana pengembangan yang sudah dicanangkan semestinya juga menjadi prioritas dari sisi anggaran negara. Namun, saat ini fokus pemerintah hanya untuk infrastruktur.
Indonesia dipandang masih membutuhkan waktu panjang untuk mulai belajar membangunn dari negara lainnya seperti Jepang, yang karakteristiknya disebut paling mirip dari sisi geografi.
Kawasan Kebayoran Baru awalnya ditujukan untuk menjadi kota satelit pada masa awal kemerdekaan, seperti daerah Candi di Semarang. Tetapi, seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan tingginya arus urbanisasi akhirnya kawasan itu pun masuk menjadi wilayah DKI Jakarta.