Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Siap-Siap, Impor Tekstil Bakal Melonjak Jelang Lebaran

Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) memperkirakan impor tekstil akan melonjak menjelang lebaran.
Karyawan mengambil gulungan benang di salah satu pabrik tekstil yang ada di Jawa Barat./JIBI-Rahmatullah
Karyawan mengambil gulungan benang di salah satu pabrik tekstil yang ada di Jawa Barat./JIBI-Rahmatullah

Bisnis.com, JAKARTA—Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) memperkirakan impor tekstil akan melonjak menjelang lebaran. 

Sekretaris Jenderal APSyFI Redma Wirawasta mengatakan pada lebaran tahun ini konsumsi domestik bakal naik 2 kali lipat. Pada kuartal I konsumsi tekstil masyarakat diperkirakan mencapai 400.000 ton dan kuartal II bisa mencapai 800.000 ton atau setara dengan Rp86,4 triliun

Namun, barang impor diprediksi akan membanjiri pasar lokal dan mengisi kebutuhan dalam negeri. Redma menuturkan hal ini disebabkan konsumsi Indonesia sangat besar dan kebijakan pemerintah dinilai kurang tegas dalam menghadang produk impor.

Salah satu kebijakan pemerintah yang disorot oleh asosiasi adalah Permendag 64/2017 yang memfasilitasi pedagang untuk bisa impor dengan alasan sebagai bahan baku IKM, padahal Permendag 85/2016 hanya mengizinkan produsen saja yang boleh impor. 
Dia menilai dengan aturan tersebut, pemerintah kurang mendukung industri dan lebih memihak kepada pedagang. Padahal, lanjut Redma, produsen kain tenun dan rajut lokal sudah siap untuk memasok kebutuhan bahan baku untuk IKM. 

"Kami dengar kuartal I sudah ada pedagang pakai API-U yang diberi izin impor sampai 70 juta yard kain dan akan masuk lewat PLB. Ini baru satu importir," katanya Senin (5/3).

Menurutnya, jumlah tersebut sangat besar karena pada biasanya Kemenperin hanya memberikan rekomendasi impor untuk API-P maksimal 10 juta yard per tahun. Dia menyebutkan barang impor tekstil yang masuk akan didominasi oleh pakaian jadi dan sebagian kain. 

Oleh karena itu, kalangan industri mengingatkan pemerintah untuk kembali berpihak pada sektor industri yang menjadi penopang utama perekonomian. Redma menuturkan pasca kebijakan penertiban impor borongan, kinerja industri TPT pada semester II/2017 naik sehingga mencapai pertumbuhan sebesar 2,5% dari tahun sebelumnya yang masih negatif.

"Semester II tahun lalu penjualan produsen lokal naik rata-rata 30%, ini karena barang impor tidak bisa masuk," ujar Redma.
Lebih lanjut, dia juga menyatakan asosiasi mendengar wacana bahwa Bea Cukai akan memasukkan produk tekstil ke daftar komoditas yang pengawasannya melalui post border. Untuk APSyFI kebijakan seperti ini dinilai sebagai racun ekonomi, karena produk senilai Rp86 triliun apabila dikerjakan oleh produsen lokal akan menyerap jutaan tenaga kerja dan menghemat devisa.

"Karpet merah harusnya diberikan untuk produk dalam negeri, bukan buat produk impor," katanya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper