Bisnis.com, MALANG—Penguatan koperasi dan Gabungan Kelompok Tani (gapoktan) merupakan kunci untuk memperpendek atau memutus mata rantai distribusi pangan yang panjang sehingga memicu tingginya harga komoditas tersebut di pasar.
Ekonom dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Dias Satria mengatakan yang juga perlu dilakukan pemberian akses keuangan seluas-luasnya pada gapoktan, setidaknya kelompok tani.
“Dengan begitu mereka, petani, tidak terjerembab dalam "lingkaran setan" middleman atau pedagang perantara,” ujarnya di Malang, Senin (19/2/2018).
Pernyataan itu menanggapi survei Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun lalu tentang pola distribusi perdagangan komoditas yang dilakukan, diketahui bahwa panjang mata rantai perdagangan di tiap provinsi sangat bervariasi.
Dalam survei yang dirilis pada Kamis (15/2/2018) itu, BPS mencatat ada beberapa daerah yang memiliki potensi pola distribusi perdagangan terpanjang.
Provinsi dengan potensi pola terpanjang untuk perdagangan beras adalah Maluku Utara, cabai merah di Sulawesi Tengah, bawang merah di Jawa Tengah, daging sapi di DKI Jakarta, dan daging ayam ras di Maluku.
Baca Juga
Kemudian, kata Dias, perlu memperbaiki insfrastruktur dan pasar-pasar di daerah. Di level hulu harus diperkuat.
Penguatan di sektor hulu, terutama dari sisi penguatan pasokan komoditas pangan. Dengan demikian, maka sisi produksi harus kuat, produksinya besar.
Karena itulah, bantuan dari pemerintah dalam upaya meningkatkan sisi pasokan, produksi, perlu dilakukan seperti teknologi terapan dan sarana produksi.
Namun bantuan itu idealnya dilakukan di level kelompok, bukan per individu sehingga mengurangi tindakan moral hazard.
Kelompok-kelompok tani yang dibantu dipilih yang institusinya sudah kuat. Kebijakan perlu untuk menjaga keberlangsungan, sustainability. bantuan, serta kemampuannya untuk berkembang.
Kemudian pula, pengembangan cluster perlu diarahkan untuk mendukung agropolitan sehingga investasi-investasi yang kaitannya dengan food processing
perlu untuk dikembangkan pula.
Lokasi-lokasi investasi diharapkan di area yang n dekat dengan petani-petani atau lahan masyarakat sehingga menguntungkan petani.
Hal itu, ujar Dias, memang menjadi tugas pemerintah mendorong investasi dibidang pengolahan pangan.
Terakhir, kata dia, di era digital memungkinkan petani dan level hulu mengetahui harga pasar sehingga perlu ada inovasi-inovasi digital tentang "harga" dan pembeli langsung, sehingga secara tidak langsung mengurangi insentif rantai panjang untuk masuk ke bisnis ini.
Dengan demikian, perlu perlu ada komitmen pemerintah untuk masuk di distribusi pangan, krn masalah distribusi ini mempengaruhi "daya saing" ekonomi daerah.
dampak paling buruknya adalah pada nilai tukar petani atau nelayan.
Pemerintah sebenarnya mudah untuk memahami rantai pasokan yang panjang tersebut. namun masalahnya adalah sulit sekali pemerintah berani untuk melakukan enforcement atau penegakan hukum.