Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Asosiasi Baja Desak Pemerintah Keluarkan Aturan tentang Industri Ramah Lingkungan

Pabrikan baja lokal meminta pemerintah tegas mengatur industri baja dari China yang membuka fasilitas produksi di Indonesia dan tidak ramah lingkungan.
Ilustrasi baja./Reuters-Sheng Li
Ilustrasi baja./Reuters-Sheng Li

JAKARTA—Pabrikan baja lokal meminta pemerintah tegas mengatur industri baja dari China yang membuka fasilitas produksi di Indonesia dan tidak ramah lingkungan.

Purwono Widodo, Ketua Cluster Flat Product IISIA, mengatakan saat ini pemerintah belum dapat melarang investor baja yang menggunakan teknologi usang karena belum memiliki dasar hukum. 

Dari pantauan asosiasi, saat ini terdapat sekitar 10 perusahaan baja yang berasal dari China dan menggunakan teknologi usang beroperasi di Tangerang dan sekitarnya. Pabrik-pabrik ini memproduksi baja long product sebesar 100.000 ton hingga 200.000 ton per tahun.

Pabrikan China tersebut merelokasi produksinya ke Indonesia akibat kebijakan penutupan pabrik yang tidak ramah lingkungan oleh Pemerintah China. Selain itu, Negeri Tirai Bambu tersebut juga tengah berupaya memangkas produksi baja sebesar 50 juta ton per tahun.

"Standar industri hijau harus kelar tahun ini. Jangan lama-lama karena sudah beroperasi di sini, ini mengkhawatirkan. Kami dari asosiasi juga terus berkoordinasi dengan pemerintah," ujarnya di Jakarta, Rabu (7/2/2018).

Purwono menjelaskan teknologi baja induction furnace yang digunakan produsen China adalah metode pembuatan baja dengan memanaskan scrap yang kemudian menjadi besi beton. Biaya produksi dengan teknologi ini sangat murah dan merusak lingkungan serta menghasilkan polusi, seperti asap dan debu dari proses produksi.

"Sementara teknologi yang dibolehkan oleh pemerintah itu bukan hanya dipanaskan saja, tetapi juga disedot debunya, sehingga lingkungan aman," jelasnya.

Di level regional, IISIA bersama asosiasi baja negara-negara Asia Tenggara lain juga telah mengirimkan surat kepada pemerintah China untuk melarang produsen baja yang telah ditutup pindah ke negara lain. 

Mengenai pertumbuhan industri di Tanah Air, pabrikan menilai permasalahan utama industri baja nasional adalah sektor pendorong yang belum ditemukan.

Purwono menyebutkan produksi baja nasional masih kalah dibandingkan Vietnam dan Thailand. Padahal, sebelum krisis moneter 1997/1998, Indonesia sempat memimpin pasar Asean.

"Industri baja Indonesia ada masalah konsumsi baja, masih berkembang tetapi tidak bisa tinggi karena hanya berbasis pada GDP growth. Tidak ada pendorong untuk melompat," ujarnya.

Saat ini Vietnam dapat memproduksi baja sebesar 22 juta ton per tahun dengan sektor konstruksi sebagai penyerap utama. Adapun negara Asia lain, seperti Jepang dan Korea Selatan memiliki sektor pendorong dari otomotif dan galangan kapal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper