Bisnis.com, JAKARTA-Kiriman barang terlarang dan berbahaya via pengiriman ekspres kian marak. Kompetensi sumber daya manusia yang kurang memadai dituding sebagai biang kerok.
Konsultan senior Supply Chain Indonesia (SCI) Zaroni mengatakan, maraknya kiriman barang berbahaya tanpa memenuhi ketentuan penanganan disebabkan minimnya pemahaman dan kompetensi sumber daya manusia (SDM) dan perusahaan tersebut di bidang layanan pos dan logistik.
Zaroni menyarankan agar asosiasi seperti Asperindo dan ALFI melakukan pembinaan dan evaluasi kompetensi SDM dan perusahaan anggota asosiasinya, untuk menangani logistik barang berbahaya.
"Secara periodik perlu dilakukan penilaian dan monitoring," ujarnya kepada Bisnis, Rabu (12/7/2017).
Lebih lanjut, Zaroni menuturkan bahwa potensi bisnis logistik barang berbahaya memang cukup besar dan belum banyak perusahaan logistik yang secara fokus mengelola logistik barang berbahaya.
Itulah yang menjadi alasan mengapa banyak perusahaan ekpres atau logistik yang mulai menerima pengiriman barang berbahaya, meskipun tanpa menyiapkan kompetensi SDM yang memadai untuk mengelola logistik barang berbahaya.
Barang berbahaya (dangerous goods) sejatinya dapat dikirim melalui perusahaan pos, ekpres, jasa ekspedisi atau logistik. Namun, harus memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan yang berlaku, termasuk ketentuan mengenai tata cara pengepakan, pemberian label, pemuatan, pengangkutan, dan penyimpannya.
Alasannya karena bahan berbahaya tersebut berpotensi membahayakan terhadap kesehatan, keselamatan, dan keamanan jiwa dan aset apabila diangkut dan disimpan.