Bisnis.com, BANDUNG– Indonesia kembali menjadi tuan rumah pertemuan dengan tiga negara pantai guna membahas layanan pemanduan luar biasa (voluntary pilotage services) kapal di Selat Malaka dan Selat Singapura pada Intersessional Meeting of The Working Group on Voluntary Pilotage Services di Bandung, 18 - 20 Januari 2017.
Pertemuan ini merupakan tindak lanjut dari pembahasan Draft of Guidelines on Voluntary Pilotage Services in The Straits of Malacca and Singapore yang telah difinalisasi dalam salah satu Working Group pada pertemuan 41st Tripartite Technical Expert Group (TTEG) di Jogyakarta September 2016.
Dirjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan A. Tonny Budiono mengatakan tiga negara pantai, Indonesia, Malaysia dan Singapura, telah berkomitmen untuk menjaga keselamatan pelayaran, melindungi lingkungan maritim, serta memfasilitasi proses transit kapal yang aman pada kedua Selat tersebut.
"Pada pertemuan Intersessional Meeting ini, seperti yang telah disepakati oleh Indonesia, Malaysia, dan Singapura pada Pertemuan TTEG ke-41 di Bali, September 2016 yang lalu, akan dibahas beberapa hal terkait layanan pemanduan di Selat Malaka dan Selat Singapura," ujarnya pada pembukaan Intersessional Meeting lanjutan di Bandung, Rabu (18/1/2017).
Adapun, agendanya a.l. kesiapan tiga Negara Pantai dalam pelaksanaan pemanduan luar biasa di Selat Malaka dan Selat Singapura, proses submisi kegiatan pemanduan ke International Maritime Organization (IMO), serta pertimbangan untuk membentuk Joint Pilotage Board.
Tonny mengatakan Indonesia sendiri berharap dapat segera memfinalisasi submisi ke IMO terkait kegiatan layanan pemanduan luar biasa di Selat Malaka dan Selat Singapura untuk dapat diajukan pada Sidang Maritime Safety Committee (MSC) ke-98 di Markas Besar IMO bulan Februari dan Juni mendatang
“Saya berharap pada pertemuan Intersessional Meeting ini, kita dapat maju ke langkah berikutnya yaitu memfinalisasi submisi ke IMO,” tutup Tonny.
Menurut Undang-undang Pelayaran No. 17 Tahun 2008 (Bab X, Pasal 198) yang dimaksud dengan “perairan wajib pandu” adalah wilayah perairan yang karena kondisinya wajib dilakukan pemanduan bagi kapal berukuran 500 GT atau lebih.
Sementara itu, “perairan pandu luar biasa” adalah suatu wilayah perairan yang karena kondisi perairannya tidak wajib dilakukan pemanduan tetapi apabila nakhoda memerlukan dapat mengajukan permintaan jasa pemanduan.
Saat ini, untuk pelaksanaan pelayanan jasa pemanduan dan penundaan kapal pada perairan pandu luar biasa di Selat Malaka dan Selat Singapura telah diberikan kepada PT. Pelindo I berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut No. BX 428/PP 304 tanggal 25 November 2016.
Sebagai informasi, TTEG dibentuk oleh Indonesia, Malaysia and Singapore pada tahun 1975 menyadari pentingnya Selat Malaka dan Selat Singapura untuk pelayaran internasional.
Ketiga negara pantai tersebut membentuk forum kerjasama Cooperative Mechanism (CM) yang setiap tahunnya menggelar rangkaian pertemuan yang diselenggarakan secara bergiliran yaitu: Cooperation Forum (CF), Tripartite Technical Expert Group (TTEG), dan Project Coordination Committee (PCC).
Pertemuan Cooperation Forum (CF) membahas mengenai isu-isu yang berkaitan dengan kepentingan di Selat Malaka & Singapura, serta untuk mengidentifikasi dan menyusun prioritas proyek dalam rangka peningkatan keselamatan pelayaran dan perlindungan lingkungan laut di Selat Malaka dan Singapura.
Sedangkan Pertemuan Tripartite Technical Expert Working Group (TTEG) dan Project Coordination Committee (PCC) merupakan pertemuan tingkat teknis yang akan membahas perkembangan usulan dan implementasi terhadap proyek-proyek yang telah disetujui pada pertemuan CF.