Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Phapros Gandeng RNI Produksi Alkes

Phapros berencana memproduksi produk Scaffold Hydroxyapatite.

Bisnis.com, JAKARTA – PT Phapros Tbk menjalin kerja sama dengan PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) untuk memproduksi Scaffold Hydroxyapatite.

Kerja sama antara Phapros dan RNI ditandai dengan penandatangan nota kesepahaman (MoU) oleh Direktur Utama PT Phapros Barokah Sri Utami dan Direktur PT Mitra Rajawali Banjaran Ahmad Sufi.

Corporate Secretary, PT Phapros Tbk, Imam Arif Juliadi, menjelaskan MoU antara kedua perusahaan berisi kesepakatan penggunaan lahan dan bangunan milik MRB oleh Phapros.

Phapros berencana memanfaakan lahan dan bangunan tersebut sebagai fasilitas produksi produk Scaffold Hydroxyapatite.

Produk Scaffold Hydroxyapatite adalah produk pengembangan Phapros berdasarkan hasil riset Universitas Airlangga dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Produk tersebut bisa dimanfaatkan sebagai komponen implantasi penopang tulang dan gigi.

“Kami sekarang mulai mengembangkan bisnis alat kesehatan. Kami menggunakan fasilitas milik MRB untuk memproduksi produk Phapros,” kata Imam kepada bisnis, Selasa (3/1/2017).

Direktur Utama PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) Didik Prasetyo menjelaskan kerja sama dengan Phapros adalah bagian dari upaya RNI mendukung kebijakan pemerintah mempercepat pengembangan industri farmasi dan alat kesehatan.

“Melalui kerja sama ini kami tidak hanya menargetkan produksi alat kesehatan mampu diserap pasar dalam negeri, tetapi juga memiliki kualitas ekspor agar mampu bersaing di pasar regional,” katanya.

Kolaborasi antara MRB dan Phapros, lanjutnya, tidak hanya bermanfaat untuk meningkatkan skala bisnis RNI di bidang alat kesehatan. Kerja sama tersebut juga bisa mengoptimalkan pemanfaatan aset yang dimiliki RNI dan anak usahanya.

“Untuk itu kami gagas kolaborasi antara Phapros yang punya modal dan teknologi dengan MRB yang memiliki lahan dan aset bangunan idle. MRB juga telah dilengkapi sederet izin, seperti izin industri, edar, impor, dan sertifikasi pengembangan alat kesehatan,” kata Didik.

Data Kementerian Kesehatan menunjukkan saat ini industri alat kesehatan masih didominasi oleh produk impor. Izin edar alat kesehatan impor mencakup 94% dari nilai pasar industri alat kesehatan di Tanah Air yang mencapai Rp12 triliun.

Komitmen pemerintah dalam mendorong pengembangan industri alat kesehatan domestik disampaikan melalui Instruksi Presiden no. 6/2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan.

Pemerintah berambisi menekan impor alat kesehatan secara bertahap dari 90% dari jenis produk menjadi 45% dari jenis produk pada 2020.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper