Bisnis.com, JAKARTA - Industri manufaktur kembali menunjukkan tren negatif pada November akibat tertekan kelesuan pasar domestik dan ekspor.
Nikkei Indonesia Manufacturing PMI naik dari level 48,7 pada Oktober ke level 49,7 pada November. Indeks manufaktur yang dalam dua bulan terakhir berada di bawah level 50 mengindikasikan penurunan aktivitas bisnis di industri sektor manufaktur.
Produksi industri manufaktur kembali merosot pada November meskipun tidak setajam penurunan pada Oktober. Sebanyak 18% dari manajer yang disurvei Markit menyatakan penurunan produksi di pabrik mereka dibandingkan dengan 16% yang melaporkan kenaikan produksi.
Produksi turun tertekan penurunan order dari dalam dan luar negeri. Beberapa responden yang disurvei Markit menyatakan permintaan domestik turun akibat penurunan daya beli di pasar domestik dan global.
Selain penurunan daya beli, produsen yang berorientasi ekspor juga melaporkan kompetisi yang sangat ketat di pasar global dan negosiasi harga yang panjang dengan pembeli sebagai faktor penyebab penurunan order ekspor.
Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat mengatakan kelesuan ekonomi global tetap menjadi beban utama bagi industri tekstil dan garmen di Indonesia.
Namun, permintaan atas produk tekstil dan garmen pada November juga terganggu oleh gejolak politik. Aksi demonstrasi bulan lalu membuat pedagang tradisional dan peritel di DKI Jakarta menunda pembelian.
“Lebih banyak turun karena ketidaknyamanan soal politik yang membuat pengusaha ritel di jalan protokol menunda pembelian. Toko-toko di Tanah Abang juga sempat tutup,” kata Ade kepada Bisnis pada Kamis (1/12/2016).
Direktur Eksekutif Federasi Pengemasan Indonesia (IPF) Henky Wibawa juga menjadikan kelesuan perekonomian global sebagai faktor utama penurunan permintaan pada kuartal IV/2016.
Dia mengatakan tekanan dari kelesuan ekonomi dunia akibat perlambatan pertumbuhan ekonomi China diperparah dengan sentimen politik dari Amerika Serikat yang mendongkrak nilai tukar dolar AS.
Pergerakan nilai tukar membuat harga bahan baku plastik bergejolak dan menyebabkan mayoritas pelaku industri ragu dalam mengambil keputusan bisnis.
“Dampak paling besar datang dari perkonomian dunia yang berpengaruh terhadap nilai tukar. Ini membuat harga impor bahan baku naik, pengaruhnya besar pada industri pengemasan plastik,” kata Henky.