Bisnis.com JAKARTA – Jepang mengalami deflasi pada bulan Juli dengan tingkat paling dalam selama lebih dari tiga tahun terakhir lebih banyak perusahaan menunda kenaikan harga akibat konsumsi yang lemah, sehingga bank sentral tetap di bawah tekanan untuk memperluas program stimulus yang sudah besar.
Data yang suram memperkuat pandangan pasar yang dominan bahwa program stimulus utama Shinzo Abe ini telah gagal untuk mengusir pola pikir deflasi yang melekat di kalangan bisnis dan konsumen.
Data yang dirilis hari ini menunjukkan indeks harga konsumen nasional inti, yang tidak termasuk harga makanan segar tetapi meliputi produk minyak, turun 0,5% pada Juli dari tahun sebelumnya (yoy), yang merupakan penurunan selama lima bulan berturut-turut, melebihi median dalam survei Reuters yang memperkirakan penurunan 0,4%.
Walaupun penurunan biaya energi mendorong penurunan harga konsumen, deflasi diimbangi oleh penguatan harga makanan impor dan tarif kamar hotel.
Penguatan yen juga mendorong penurunan biaya impor, sehingga pengecer menahan diri untuk menaikkan harga barang-barang mereka.
"Sementara kegiatan ekonomi membaik, anjloknya harga impor menunjukkan bahwa inflasi akan terus turun dalam beberapa bulan mendatang," kata Marcel Thieliant, ekonom senior Capital Economics seperti yang dikutip Reuters.
"Bank of Japan akan merasa semakin sulit untuk menyalahkan penurunan harga energi terhadap penurunan harga konsumen secara keseluruhan," lanjutnya.