Bisnis.com, JAKARTA - Masuknya era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) akan menjadi tantangan tersendiri bagi para pelaku usaha jasa konstruksi nasional.
Selain masih dihadapi dengan belum ditentukannya standarisasi sertifikat tenaga kerja konstruksi secara nasional, pelaku jasa konstruksi tanah air juga harus siap dengan kedatangan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing.
Wakil Ketua Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Suaid Didu mengungkapkan kontraktor nasional harus meningkatikan daya saingnya untuk bertahan di era MEA. Dia menilai banyaknya proyek infrastruktur yang didanai asing akan membuat masuknya BUJKA menjadi tak terbendung.
“Saat ini ada banyak sekali kontraktor asing yang masuk, terutama dari China. Proyek-proyek infrastruktur kita banyak yang didanai mereka. Kalau tenaga ahli yang masuk tidak apa, tetapi tenaga konstruksi yang bukan ahli pun mereka bawa banyak,” ujarnya, Jumat (11/3/2016).
Mengutip dari situs Sistem Informasi Pembina Jasa Konstruksi (sipjaki) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), saat ini ada 229 BUJKA yang terdaftar di Indonesia. Dari jumlah tersebut, sebanyak 55 BUJK dinyatakan telah habis masa berlaku Izin Usaha Jasa Konstruksi (BUJK) dan harus segera memperpanjang izin tersebut untuk tetap beroperasi.
Dua negara yakni China dan Jepang menduduki peringkat dua teratas, dengan kepemilikan masing-masing 92 dari Jepang dan 65 dari China. Sisanya merupakan kontribusi dari negara lain yang tersebar di Asia, Australia, hingga Eropa dengan kepemilikan tak lebih dari 10 BUJKA.
Sebelumnya, Dirjen Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Yusid Toyib menyatakan pihaknya berencana melakukan sertifikasi tenaga kerja konstruksi asing. Untuk itu, kementerian menunjuk Lembaga Pembina Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN) sebagai pelaksana.
“Saya sudah berkoordinasi dengan LPJKN jadi mereka [tenaga kerja konstruksi asing] masuk sini harus mendapatkan sertifikasi kita sesuai keterampilan dan keahlian teknis. Selama ini memang kita jebol saja tidak melakukan itu,” ujarnya.
Selain melakukan sertifikasi, LPJKN juga akan melakukan pengawasan sementara hingga revisi Undang Undang Jasa Kostruksi terbit. Setelah itu, pemantauan akan dilakukan oleh asosiasi. Sertifikasi itu juga rencananya akan dilakukan secara menyeluruh, baik terhadap tenaga kerja konstruksi proyek tanpa dana asing maupun yang didanai investor asing.
Data Kementerian PUPR menyebutkan, pasar konstruksi Indonesia adalah yang terbesar keempat di Asia, setelah China, Jepang, India. Pihaknya juga memperkirakan peningkatan nilai kapitalisasi pasar konstruksi nasional tahun ini menjadi Rp 1103,88 triliun, dari sebelumnya Rp521,7 triliun.
Sayangnya, dari 7,2 juta tenaga konstruksi yang ada, baru 5% dari jumlah tersebut atau sekitar 360.000 orang yang telah disertifikasi. Yusid mengaku pemerintah tengah mengupayakan berbagai program percepatan untuk meningkatkan jumlah tersebut.