Bisnis.com, MEDAN--Kinerja produksi industri logam dasar pada kuartal IV/2015 mampu mendongkrak pertumbuhan produksi industri di Sumatra Utara.
Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut mencatat, pertumbuhan produksi industri logam dasar sedang dan besar year on year mencapai 17,87% serta mikro dan kecil 63,13%.
Kepala BPS Sumut Wien Kusdiatmono menuturkan untuk kelompok industri besar dan sedang dan besar, pertumbuhannya terutama ditopang industri karet, barang dari karet dan plastik 22,47%, diikuti logam dasar, makanan 16,01%, minuman 15,97% dan industri kertas dan barang dari kertas 11,77%.
"Secara keseluruhan, pertumbuhan produksi industri sedang dan besar Sumut 11,72% atau di atas nasional yang hanya 4,02%. Kenaikan ini terutama akibat sedikit kenaikan permintaan dari pasar untuk produk industri besar dan sedang. Di samping itu, daya beli sebagian masyarakat juga sedikit membaik," papar Wien, Senin (1/2/2016).
Walaupun begitu, dibandingkan dengan kuartal III/2015, justru menurun 0,79%. Wien merinci, penurunan produksi dari kuartal III/2015 tersebut terutama disebabkan oleh industri kertas dan barang dari kertas 6,66%, kayu dan barang dari kayu (tidak termasuk furnitur) 4,47% dan makanan 3,75%.
Sementara itu, pada kelompok industri mikro dan kecil selain produksi industri logam dasar, pertumbuhannya secara y-o-y juga ditopang oleh produksi furnitur 33,45%, barang galian bukan logam 17,88%, dan makanan 17,01%.
Jika dibandingkan dengan kuartal III/2015, produksi industri mikro dan kecil juga mengalami kenaikan 2,95%. Kenaikan produksi terutama terjadi pada industri alat pengangkutan 31,44%, pengolahan tembakai 15,4%, makanan 10,44% dan logam dasar 6,75%.
"Pertumbuhan produksi industri mikro dan kecil Sumut secara y-o-y juga berada di atas nasional yakni 10,49% dibandingkan dengan 5,79%," tambah Wien.
Kendati kinerja produksi manufaktur Sumut pada akhir tahun lalu jauh lebih baik dari nasional, tapi kinerja tersebut dinilai masih perlu dipacu. Kendala menahun, seperti kondisi keterbatasan pasokan energi yakni listrik dan gas diyakini masih akan menjadi penghambat pada tahun ini.
Wakil Ketua Umum Apindo Sumut yang juga Ketua Asosiasi Perusahaan Pemakai Gas (Apigas) Sumut mengatakan terutama akibat masih mahalnya gas untuk industri, beberapa perusahaan sudah menutup dan melakukan efisiensi.
"Saat ini memang turun harganya ke US$11,2 per MMBTU. Tapi harga ini belum bisa bersaing dengan daerah lain, apalagi dengan Singapura dan Malaysia. Kalau tidak bisa bersaing industri pasti tutup. Kedaung sudah efisiensi. Industri sarung tangan juga. Kalau industri tutup, lapangan pekerjaan makin sulit," pungkas Johan.