Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

ARUS BARANG: Bukan Eranya Logistik

Perlambatan ekonomi global berdampak secara nasional menjadi faktor utama yang melemahkan logistik dalam negeri. Arus barang secara drastis turut terseret oleh lemahnya perekonomian.
Sejumlah truk berada dalam antrean kendaraan di Jalan Raya Tugurejo, Ngaliyan, Semarang, Jateng, Senin (13/7). Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) Jawa Tengah melarang angkutan barang (selain pengangkut sembako, BBM, BBG dan Pos) bermuatan berat seperti truk, kontainer, dan truk gandeng untuk tidak melintas di seluruh ruas jalan mulai H-5 sampai H+3 Lebaran. /ANTARA
Sejumlah truk berada dalam antrean kendaraan di Jalan Raya Tugurejo, Ngaliyan, Semarang, Jateng, Senin (13/7). Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) Jawa Tengah melarang angkutan barang (selain pengangkut sembako, BBM, BBG dan Pos) bermuatan berat seperti truk, kontainer, dan truk gandeng untuk tidak melintas di seluruh ruas jalan mulai H-5 sampai H+3 Lebaran. /ANTARA

Bisnis.com, JAKARTA -- Perlambatan ekonomi global berdampak secara nasional menjadi faktor utama yang melemahkan logistik dalam negeri. Arus barang secara drastis turut terseret oleh lemahnya perekonomian.

Data dari Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) mencatat penurunan kegiatan logistik secara keseluruhan sebanyak 30% ditambah dengan biaya logistik domestik di Indonesia sangat tinggi mencapai 29%-30% daripProduk domestik bruto (PDB). Sebaliknya, data yang dikeluarkan oleh Bank Dunia menyatakan biaya logistik nasional sebesar 24,6% dari PDB.

Konsep tol laut yang diwacanakan sejak akhir 2014 tampaknya belum bisa dirasakan oleh pelaku logistik. Sejumlah regulasi juga belum mendukung aktivitas pergerakan barang bahkan melalui angkutan udara.

Jeratan agen pemeriksa kargo di bandara oleh swasta terus diprotes oleh perusahaan kurir. Walau begitu, ALFI mencatat pengangkutan logistik melalui angkutan udara mengalami kenaikan 2%-3%.

Kenaikan pengiriman barang meng-gunakan angkutan udara lebih dipicu arus perdagangan dalam jaringan (daring) yang makin populer di Indonesia. Bahkan, Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) pertumbuhan e-commerce itu di luar Pulau Jawa telah mencapai 110%.

Sebaliknya, Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres, Pos dan Logistik Indonesia (Asperindo) masih pesimistis penurunan biaya logistik terjadi pada 2015. Seperti diketahui, pemerintah menargetkan menurunkan biaya logistik menjadi 19% dari PDB bisa dimulai pada tahun ini sehingga pada 2019 ongkos logistik hanya 16% dari PDB.

Ketua DPP ALFI Yukki N Hanafi menilai masih banyak yang belum dikerjakan secara maksimal oleh pemerintah. Paket deregulasi yang digelontorkan pemerintah belum menyentuh bagian implementasi sehingga tak dirasakan dampaknya oleh pelaku usaha logistik. Yang paling ditunggu tentu saja kehadiran kawasan berikat atau pusat logistik.

Suku bunga bank yang masih tinggi, imbuhnya, malahan tidak mendukung perbaikan arus logistik. “Bagaimana kita mau bersaing kalau kita masih saja yang tertinggi kalau melihat inflasi yang rendah sebetulnya ada momentum kita menurukan suku bunga,” katanya.

BELUM BERDAMPAK

Sementara itu, Supply Chain Indonesia (SCI) mencatatkan selama 2015 pembangunan infrastruktur belum berdampak pada peningkatan keseimbangan penggunaan moda transportasi.

Pengangkutan barang masih banyak didominasi oleh transportasi jalan. Padahal, masih terjadi beberapa kasus keamanan dan keselamatan dalam proses pengiriman barang melalui angkutan darat, seperti perampokan truk.

Pada 2015, pemerintah mulai berupaya meningkatkan efisiensi dan efek-tivitas pengangkutan barang dengan melakukan kajian terhadap pelayaran rute pendek atau short sea shipping.

Pelayaran rute pendek itu resmi dibuka oleh Menteri Perhubungan Ignasius Jonan diawali dengan rute Lampung-Surabaya (pp) diawali dengan satu unit kapal milik PT Atosim Lampung Pelayaran.

“Apresiasi juga perlu diberikan kepada beberapa perusahaan swasta yang terus berupaya mengembangkan fasilitas- fasilitas logistik,” ucap Setijadi, Chairman Supply Chain Indonesia (SCI).

Selain itu, implementasi Sistem Logistik Nasional yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 26/2012, menurutnya, belum efektif yang dapat dilihat dari tingkat pencapaian target Sislognas tahap I periode 2011-2015 yang rendah.

Implementasi Sislognas terkendala oleh tingkatan hukum berbentuk perpres sehingga kurang efektif dan tidak adanya lembaga permanen dalam perbaikan dan pengembangan sektor logistik.

Terakhir, pelaku logistik menuntut pemerintah untuk buka-bukaan menelanjangi komponen biaya logistik pada rangkaian rantai pasok.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Veronika Yasinta
Editor : Fatkhul Maskur
Sumber : Bisnis Indonesia, Kamis (31/12/2015)
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper