Bisnis.com, JAKARTA – Fenomena el nino yang terjadi sejak pertengahan tahun ini telah mengerek angka luasan sawah yang mengalami gagal panen (puso). Kementerian Pertanian mencatat puso hingga November 2015 telah menyentuh 200.584 hektare.
Dari laporan monitoring yang dirilis oleh Direktur Perlindungan Tanaman Pangan Kementan, Dwi Iswari, diungkapkan bahwa gagal panen tahun ini naik 12% dari tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 178.892 hektare.
Berbeda dengan tahun lalu saat sebagian besar puso diakibatkan oleh banjir, tahun ini puso terbesar justru disebabkan oleh kekeringan. Dari gagal panen seluas 200.584 hektare, porsi yang disebabkan kekeringan yaitu sebesar 176.501 hektare atau mencapai 87% dari keseluruhan.
“Luas puso yang diakibatkan kekeringan yaitu 176.501 hektare atau 1,71% dari total luas tanam selama Januari-Oktober yang mencapai 10,3 juta hektare. Kekeringan terbesar terjadi di Sulawesi Selatan, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Luas puso tertinggi terjadi pada bulan Juli,” ungkap Dwi.
Secara rinci, puso tahun ini yang disebabkan banjir yaitu 17.783 hektare atau 0,12% dari total luas tanam, sedangkan puso yang disebabkan organism pengganggu tanaman (OPT) atau hama yaitu 6.730 hektare atau 0,07% dari luas tanam.
Jika diperhitungkan dengan rata-rata produktivitas nasional yaitu sebesar 5,5 ton per hektare, maka penurunan produksi tahun ini yang disebabkan puso yaitu 1,1 juta ton padi, atau setara dengan 618.000 ton beras.
Seperti diketahui, el nino yang terjadi sejak Juni tahun ini merupakan el nino dengan intensitas tertinggi sepanjang sejarah yaitu 2,39. Kendati pemerintah telah bergerak memetakan daerah rawan kekeringan, peningkatan gagal panen tidak dapat dikendalikan.
Menteri Pertanian Amran Sulaiman sebelumnya menyampaikan dia pun telah mengalokasikan dana untuk tambahan 100.000 hektare lahan yang terkena puso. Bantuan diberikan dalam bentuk pupuk dan benih agar petani dapat segera memulai penanaman baru saat cuaca mendukung.
Dwi menggarisbawahi Kementan telah melakukan sejumlah upaya untuk dapat mengendalikan gagal panen tahun ini seperti pengendalian hama yang biasanya menyerang saat petani menanam pada musim hujan.
“Pengendalian hama selama Januari-Oktober tahun ini yaitu 167.301 hektare. Monitoring dan evaluasi juga terus dilakukan untuk memantau perkembangan luas serangan OPT, banjir, dan kekeringan. Pemerintah pun telah menyalurkan cadangan benih nasional,” jelas Dwi.
Ketua Kontak Tani dan Nelayan Andalah (KTNA) Winarno Thohir meminta pemerintah untuk tetap mewaspadai dampak kekeringan yang disebabkan el nino, yang diprediksi akan mempengaruhi produksi komoditas pertanian hingga awal tahun depan.
“Produksi beras terbesar itu di Jawa yang kontribusinya mencapai 54,13% untuk memenuhi kebutuhan nasional. Kalau Jawa kekeringan, dampaknya akan besar. Dengan anomaly iklim seperti ini, sulit memprediksi panen raya, ada informasi el nino sampai April. Pemerintah harus mengecek,” kata Winarno saat dihubungi Bisnis.