Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Industri Pengolahan Daging Dukung Revisi Permentan 139/2014

Pelaku industri pengolahan daging mendukung rencana pemerintah membuka kembali impor daging potong sekunder atausecondary cut yang sejak akhir tahun lalu disetop sehingga menghilangkan omzet industri sekitar Rp300 miliar.
Pedagang daging sapi/Antara-Ampelsa
Pedagang daging sapi/Antara-Ampelsa

Bisnis.com, JAKARTA—Pelaku industri pengolahan daging mendukung rencana pemerintah membuka kembali impor daging potong sekunder atau secondary cut yang sejak akhir tahun lalu disetop sehingga menghilangkan omzet industri sekitar Rp300 miliar.

Ishana Mahisa, Ketua Umum Asosiasi Industri Pengolahan Daging Indonesia, mengatakan dari nilai omzet industri pengolahan daging sebesar Rp7 triliun per tahun, porsi penggunaan daging secondary cut sebesar 30% dari industri food service yang memiliki pangsa 15% dari seluruh omzet.

“Setelah impor daging secondary cut ditutup pada Desember 2014, pengusaha langsung menutup fasilitas pengolahan daging jenis ini. Karena pasokan di dalam negeri tidak mencukupi untuk sektor industri,” tuturnya kepada Bisnis, Rabu (11/11/2015).

Menurutnya, ketersediaan daging secondary cut di dalam negeri sangat terbatas, sehingga industri pengolahan daging harus bersaing mendapatkan barang dengan konsumen rumah tangga. Selain harga yang lebih mahal dari impor, kualitas daging secondary cut lokal tidak sesuai spesifikasi industri.

Berbeda dengan jenis manufacturing meet yang berbentuk daging giling dimana pelaku industri bisa mendapatkan alternatif bahan baku,secondary cut tidak bisa digantikan, mengingat jenis ini berbentuk daging potong utuh.

Selain industri pengolahan daging yang kehilangan omzet hingga Rp300 miliar, industri jasa seperti restoran, hotel dan sejenisnya kesulitan mendapatkan pasokan. Oleh karena itu, pemerintah harus bisa memetakan jumlah pasokan dan permintaan daging nasional.

Saat ini, lanjutnya, berdasarkan data asosiasi rumah potong hewan, total sapi yang dipotong di Jakarta, Banten dan Bandung mencapai 2.200 ekor per hari, dari jumlah tersebut mayoritas daging disalurkan dalam kondisi segar tidak dibekukan untuk industri.

Jika kondisi ini terus berlangsung, tuturnya, pasar dalam negeri akan dipenuhi dengan produk daging olahan negara tetangga. Apalagi, kualitas dan harga daging olahan dari Malaysia lebih baik dari daging lokal.

Abdul Rochim, Direktur Industri Makanan, Hasil Laut, dan Perikanan Kementerian Perindustrian, mengatakan Kemenperin mendukung rencana Kementerian Pertanian membuka kembali impor daging secondary cut untuk bahan baku industri.

“Prinsipnya kalau impor di antaranya untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri, tentunya Kemenperin mendukung,” tuturnya.

Sebelumnya (Bisnis, 11/11), Kementerian Pertanian sedang merevisi Peraturan menteri Pertanian No. 139/Permentan/PD.410/12/2014tentang Pemasukan Karkas, Daging, dan/atau Olahannya ke Dalam Wilayah RI.

Proses revisi permentan ini dilakukan oleh tim Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian. Dari draf yang diterima Bisnis, sedikitnya terdapat enam poin yang direvisi, termasuk membuka rekomendasi impor daging secondary cut dan pemasukannya tidak lagi harus melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Dalam peraturan yang berlaku saat ini, impor daging secondary cut hanya dapat dilakukan oleh BUMN sektor pangan yakni Bulog dan PT Berdikari. Impor daging kualitas menengah ini dimungkinkan hanya untuk menstabilkan harga di dalam negeri.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Setyardi Widodo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper