Bisnis.com, JAKARTA – Meskipun devaluasi Yuan dinilai akan mempengaruhi perdagangan Indonesia, Menteri Perdagangan Thomas Lembong menilai bahwa Indonesia masih berada di posisi yang menguntungkan.
Alasannya, selama 12-24 bulan terakhir, Yuan cenderung stabil. Di saat yang sama Rupiah justru mengalami depresiasi terhadap dolar yang cukup signifikan hingga 20%.
Oleh sebab itu, lanjutnya, sebenarnya Indonesia masih dalam posisi yang lebih menguntungakan jika dilihat dari sisi kurs. Sayangnya, pelemahan Rupiah terhadap Dolar AS ternyata belum dimanfaatkan secara maksimal. Terbukti dengan masih melemahnya kinerja ekspor pada Juli 2015.
Menurutnya, dibanding devaluasi Yuan, peralihan perekonomian China dari negara industri ke sektor jasa seharusnya justru lebih diperhitungkan. Perubahan struktur ekonomi negara tersebut yang berlangsung sangat cepat membuat pemerintah kurang antisipatif.
“Kita pikir heavy industries akan berkibar terus dan mengkonsumsi barang komoditas kita. Segera kita pelajari, apa permintaan dari mereka, dan kita harus bantu kawan-kawan dari industri barang dan jasa untuk bisa memenuhi permintaan itu,” kata Thomas, Rabu (19/8/2015).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor Indonesia ke China pada Januari – Juli 2015 mencapai US$7,75 miliar atau turun 23,69% dibanding pada periode yang sama 2014 sebesar US$10,162%.
Pada periode tersebut China menjadi salah satu negara tujuan ekspor utama Indonesia dengan kontribusi sebesar 9,89% dari total ekspor Indonesia. Kontribusi tersebut membuat China menjadi negara tujuan ekspor kedua terbesar bagi Indonesia setelah Amerika Serikat dengan kontribusi sebesar 11,48%.